INFO LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

Minggu, 22 Januari 2012

PENGEMBANGAN RAUDHAT AL-ATHFAL (RA/BA)


Pendahuluan
Sebagian besar orang tua atau guru menganggap kualitas anak didik berhubungan langsung dengan proses dan hasil belajar formal di kelas. Oleh karena itu, banyak orang tua yang kemudian menumpukan "tanggung jawab" pendidikannya kepada lembaga-lembaga pendidikan formal, seperti pesantren, madrasah, majelis ta'lim, sekolah, maupun Taman Kanak-Kanak (Raudhat al-Athfal). padahal pendidikan anak yang pertama dan utama justeru berada di lingkungan keluarga, yakni sejak di dalam kandungan hingga remajanya. Waktu kebersamaan antara anak bersama keluarga (dan masyarakat) justeru lebih banyak dibandingkan dengan waktu yang dihabiskan untuk pendidikan formalnya. Oleh karena itu, kualitas anak tidak hanya menjadi tanggung jawab lembaga pendidikan formal, tetapi lebih banyak berada pada pundak orang tua.
Pandangan bahwa pendidikan formal bertanggung jawab langsung pada pembentukan kualitas anak adalah real dan terjadi di masyarakat. Pandangan serupa pula muncul di kalangan para pendidik. Kalangan ini, misalnya, bahwa kualitas siswa ditafsirkan agar anak-anak yang masuk sekolah dasar harus mempunyai kemampuan yang memadai. Penafsiran itu menyebabkan beberapa Sekolah Dasar menetapkan syarat bagi calon siswa kelas satu, yaitu harus menguasai baca, tulis dan hitung. Tuntutan persyaratan ini menciptakan pola pembelajaran di bawahnya. Misalnya banyak TK yang menekankan program belajarnya pada berkemampuan membaca, menulis dan berhitung sekolah dasar, dengan mengabaikan prinsip-prinsip pembelajaran di TK. Bahkan banyak TK yang melaksanakan les baca, tulis dan hitung untuk mempersiapkan anak masuk sekolah dasar karena tuntutan tersebut, selain karena tuntutan orangtua yang ingin agar anaknya cepat pintar.

EVALUASI PROGRAM MTS SATU ATAP


Pendahuluan
Pendidikan merupakan kebutuhan setiap warga negara sebagai bekal untuk peningkatan taraf hidup manusia dan peningkatan daya bangsa. Untuk menjalani kehidupan, setiap manusia,  haruslah memiliki pengetahuan, pemahaman, dan nilai-nilai kebaikan yang dianut agar ia menjadi diri sendiri baik sebagai individu, anggota masyarakat, maupun sebagai warga negara, yang jujur, cerdas, kreatif, ta'at, dan bertanggung jawab. Pendidikanutama dan pertama berasal dari keluarga dan masyarakat. Hal ini karena pendidikan bukan hanya lah dimaknai sebagai "sekolah" (formal saja) tetapi adalah upaya mendidikkan (penanaman) dan pengalaman nilai atau dalam upaya "memanusiakan manusia".
Dalam konteks berbangsa dan bernegara, pendidikan, terutama pendidikan formal, merupakan tanggungjawab  pemerintah (Negara)  terhadap  setiap warga negara. Hal ini sebagaimana termaktub dalam konstitusi (UUD 1945 beserta peraturan derivatifnya) bahwa negara memiliki tanggung jawab yang besar dalam upaya pencerdasan kehidupan bangsa bagi warga negaranya. Semua warga negara berhak terhadap mendapatkan akses pendidikan di manapun dan dalam komunitas apapun tanpa adanya diskriminasi. Selebihnya, Negara harus mampu mendorong, mengawasi, dan membuat sistem agar setiap warga negara dapat mengenyam pendidikan, misalnya pendidikan dasar sembilan tahun, sesuai dengan ketetapan Pemerintah. Intinya, Negara harus dapat memastikan bahwa "Setiap warga negara telah mendapatkan pendidikan tidak ada satu warga negara pun yang terabaikan".

KESIAPAN MADRASAH DALAM PELAKSANAAN WAJIB BELAJAR 12 TAHUN


Pendahuluan 
Peningkatan  kualitas pendidikan adalah kebutuhan dan tanggung jawab bersama antara masyarakat dan Pemerintah Indonesia. Namun, dalam konteks berbangsa dan bernegara, menciptakan sistem pendidikan berkualitas baik adalah tanggung jawab Pemerintah. Bagaimana pun, Pemerintahan yang baik (good governance) adalah pemerintah yang mampu mengantarkan warga negaranya meraih kualitas hidup yang baik, sejahtera, bertanggung jawab, dan berkeadilan. Dengan demikian, jika kondisi masyarakat ternyata mendapatkan yang sebaliknya, maka itu dapat menjadi ciri dari pemerintah yang buruk atau tidak sukses. 
Salah satu indikator dari pemerintah, dan masyarakat, yang sukses adalah kualitas pendidikan. Semakin banyaknya masyarakat yang mengenyam pendidikan dan mendapatkan kepuasan layanan pendidikan, maka semakin sukseslah kebijakan pemerintah dalam sektor pendidikan. UNESCO sebagai badan dunia dalam bidang pendidikan telah menetapkan bahwa pendidikan dasar (bagi 5/6 tahun hingga usia 17 tahun) merupakan hak dasar bagi setiap warga negara manapun, termasuk warga negara Indonesia. Negara yang memiliki SDM dengan pendidikan minimal SMU (17/18 tahun) dapat dikategorikan sebagai negara yang berkualitas baik dalam kategori pendidikan.

PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DI PONDOK PESANTREN

Diakui bahwa pondok pesantren baik secara kelembagaan dan substansi pendidikannya telah banyak mengalami perubahan. Perubahan tersebut menyangkut beberapa hal, yakni perubahan kurikulum, perubahan kelembagaan, dan perubahan fungsi bagi kalangan internal dan ekstenal (umat dan pemerintah). Pada aspek kurikulum, perubahan pada sistem kurikulum pesantren sangatlah nampak; kini kurikulum pesantren tidak hanya berkutat pada ilmu keislaman atau berkutat pada kajian kitab kuning atau kitab-kitab klasik (turats), tetapi telah memasukkan ilmu, pengetahuan, teknologi, dan seni (Ipteks) modern (atau kontemporer). Pada aspek kelembagaan, pesantren pun telah mengalami banyak perkembangan, yakni dari kyai sentris mengarah pada kolektivitas (atau banyak yang berubah menjadi Yayasan). Sedangkan pada aspek fungsi, pesantren tidak hanya menjadi tempat pendidikan keislaman, tetapi juga berfungsi yang lebih luas, yakni sebagai pusat ekonomi dan industri (misal ponpes berbasis agrobisnis atau agroekonomi atau mengelola kopontren), pusat kesehatan masyarakat, serta partner pemerintah untuk (sosialisasi) pembangunan masyarakat, terutama masyarakat pedesaan.