INFO LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

Rabu, 27 November 2013

KONDISI PENELITI DAN PENELITIAN DI INDONESIA

Indonesia Masih Butuh Banyak Peneliti

           SURABAYA (KRjogja.com) - Indonesia idealnya membutuhkan 200.000 peneliti di berbagai bidang untuk bisa mengejar ketertinggalan kemajuan teknologi dari negara lain. Hal tersebut disampaikan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lukman Hakim saat membuka seminar ilmiah, temu industri dan pameran "Annual Meeting on Testing and Quality" (AmTeQ) di Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur. "Sekarang ini jumlah peneliti yang ada di Indonesia masih kecil dan tidak seimbang dengan jumlah penduduknya," kata Lukman Hakim, Rabu (23/10/2013).
       Saat ini sumber daya manusia ilmu dan pengetahuan, khususnya peneliti Indonesia yang terdaftar di LIPI sebanyak 8.000 orang dan 16.000 peneliti bekerja di perguruan tinggi. Sedangkan peneliti yang berada di bawah naungan institusi swasta, dia mengatakan, belum dapat dipastikan jumlahnya. Lukman menilai jumlah peneliti tersebut tentu saja terlalu kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mendekati 240 juta jiwa.
     Contohnya, Belarusia sebuah negara kecil di Eropa memiliki 36 peneliti per 10.000 penduduk. Sementara Indonesia masih pada komposisi satu peneliti per 10.000 penduduk. Dikatakan pula, saat ini ilmu pengetahuan selama ini dipercaya sebagai tulang punggung negara maju untuk memenangkan persaingan, baik ekonomi maupun politik. "Negara-negara maju menyadari peran penelitian ilmu pengetahuan dalam mengembangkan daya saing industri untuk pertumbuhan ekonominya," katanya.
    Salah satu peneliti LIPI menyatakan, Indonesia saat ini masih menjadi "raksasa sedang tidur", meski dari sisi PDB sudah masuk dalam 16 besar dunia, bahkan 25 tahun lagi masuk 10 besar kekuatan ekonomi dunia.  Namun tekad itu tetap sebatas impian apabila tidak diikuti kemampuan riset dan teknologi, serta pembiayaan riset yang memadai. "Oleh sebab itu jumlah peneliti harus diperbanyak karena dengan jumlah peneliti yang masih sedikit sekarang ini dinilai tidak wajar," katanya.(Ati)

Selasa, 19 November 2013

Madrasah Riset Menjadi Agenda Tahunan

Madrasah harus menjadi tempat belajar  yang memadukan antara ajaran Islam yang kuat dan akhlakul karimah dengan mempertimbangkan keseimbangan iman, ilmu, dan amal. Untuk keperluan ini maka setiap madrasah diharuskan untuk mengalokasikan dana khusus untuk kegiatan riset. Demikian ditegaskan oleh Prof Nur  Syam, Direktur Jenderal Pendidikan Islam.
“Andai  5 % saja dari anggaran yang ada di madrasah digunakan untuk kegiatan ini, maka saya tidak bisa bayangkan apa yang akan terjadi dalam 5 sampai dengan 10 tahun mendatang. Insya Allah mimpi kita akan lahirnya ilmuwan-ilmuwan muslim dari rahim madrasah akan terwujud” jelas beliau. “Mengamati perkembangan beberapa tahun terakhir, saya melihat banyak penelitian yang dilakukan oleh para siswa madrasah, baik tingkat Madrasah Aliyah maupun Madrasah Tsanawiyah bahkan Madrasah Ibtidaiyah, yang sangat bagus dan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Dengan demikian kita menjadikan Madrasah Riset sebagai agenda resmi tahunan”, ditegaskan oleh Prof Dr Nur Syam, MSi, Direktur Jenderal Pendidikan Islam, saat ditanya wartawan di sela-sela Launching Program Madrasah Riset Nasional (Pro Madrina), Mataram, NTB, Rabu (04/09).
“Bahkan, ada siswa madrasah yang menghasilkan buku riset. Dan, kita juga sudah mengkopilasi beberapa untuk disebarkan secara Nasional,” tambah Nur Syam.
Mantan Rektor IAIN Surabaya ini menjelaskan, berawal dari pembelajaran yang tidak sekedar bersifat teoritis-konseptual, akan tetapi juga penelitian empiris, siswa madrasah menunjukan prestasi yang sangat luar biasa. “Ada yang meriset makanan sehat, pengawetan makanan, pupuk organik, dan lain sebagainya,” kata Nur Syam.
“Kami berkeyakinan, ke depan, madrasah bisa menjadi pusat riset” katanya lagi.
Bahkan, lanjut Prof. Nur Syam, riset akan menjadi salah satu ciri khas madrasah. Dengan demikian madrasah siap menghasilkan peneliti – peneliti pemula dari tingkat Madrasah Tsanawiyah sampai dengan Madrasah Aliyah, sehingga menghasilkan ilmuwan-ilmuwan yang terbaik dan berkualitas untuk mengembangkan kualitas pendidikan Islam secara berjenjang.

Sumber: http://madrasah.kemenag.go.id/info_terkini/?p=41

Rabu, 13 November 2013

AKSIOMA dan KSM menjadi wujud kesuksesan akademik madrasah

Kompetensi Sains Madrasah dan Aksioma merupakan upaya menumbuhkan kecintaan pelajar madrasah terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) serta penelitian yang digelar di Malang, 5 sampai 9 November 2013 mendatang. Menurut Direktur Pendidikan Madrasah M. Nur Kholis Setiawan, kegiatan ini diikuti oleh Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah terbaik di tingkat provinsi tersebut, dapat menumbuhkan tradisi riset dari tingkat paling dasar.
“Intinya kami ingin riset bukan menjadi kegiatan yang jelimet. Kita tumbuhkan budaya riset sejak dini kepada siswa madrasah, Kami juga ingin siswa Madrasah kita seimbang dalam arti mereka juga harus kita beri ruang untuk meningkatkan keterampilan, kebugaran, kepribadian, seni olahraga dan lainnya. Jadi tidak hanya sains dan ilmu agama saja. Inilah tujuan kami menggelar Aksioma dan KSM,” kata Nur Kholis dalam konferensi pers di Kemenag.

Sabtu, 26 Oktober 2013

Pendidikan Islam dan Pembangunan Masyarakat Relijius


Oleh:
El Chumaedi

Memahami konteks pendidikan Islam di Indonesia tidak cukup hanya dengan melihat bahwa pendidikan Islam merupakan subsistem dari pendidikan nasional. Akan tetapi, pendidikan Islam juga sekaligus sebagai entitas tersendiri yang memiliki tradisi dan kultur akademik yang berbeda dengan karakteristik pendidikan pada umumnya. Di antara ciri substantifnya adalah, bahwa pendidikan Islam dibangun atas dasar kesadaran dan keyakinan umat Islam untuk menjadi pribadi muslim yang taat (`abdullah, khalifah fi al-ard). Maka, wajar jika pengetahuan dan wawasan keislaman merupakan prasyarat mutlak yang harus dimiliki oleh seluruh umat Islam. Kesadaran semacam ini lalu menjadi èlan vital di kalangan pemimpin agama yang secara mandiri memfasilitasi penyelenggaraan pendidikan Islam di tengah masyarakat, baik secara individual maupun kolektif-kolegial (organisasi keagamaan, al-jam`iyah al-diniyah).

Selasa, 27 Agustus 2013

UN dan Politisasi Standar Mutu

Oleh Masyhuri AM
Sekretaris Majelis Pertimbangan dan
Pemberdayaan Pendididkan Agama Islam (MP3A)

          Ujian Nasional (UN) sesungguhnya hanya salah satu sarana untuk melakukan penilaian serta untukmengetahui apakah rumusan tujuan pendidikan yang diterjemahkan ke dalam kurikulum dapat dicapai atau tidak. Ibarat sebuah produk, UN dapat dikategorikan sebagai tools untuk mengukur mutu produk (standard of quality assurance). Ukuran tersebut harus bisa berlaku umum. Jadi, ujian merupakan penerapan quality control management dalam dunia pendidikan. Dalam konteks ini UN tidak hanya berfungsi un¬tuk menentukan standar kelulusan, tetapi juga untuk mengukur mutu pendidikan secara merata di tingkat nasional. Selain itu, UN juga dapat menjadi instrumen evaluasi dalam penyelenggaraan pendidikan secara menyeluruh terhadap sekolah, guru, siswa, serta sarana/prasarana, termasuk rancang bangun kurikulum.

Kamis, 22 Agustus 2013

          Upaya mengembangkan madrasah unggulan di Indonesia terus diupayakan oleh Kemenag RI. Salah satunya adalah upaya untuk mengkloning sistem pendidikan MAN Insan Cendekia. Hingga kini (2014), telah terdapat tiga MAN IC, yakni MAN IC Serpong, MAN IC Gorontalo, dan MAN IC Jambi. Rencananya, Kemenag akan menambah dan mengembangkan MAN IC di 16 wilayah lagi, yang menyebar dari bagian Barat hingga bagian Timur Indonesia.
       Pengembangan ini didasari oleh keberhasilan MAN IC yang sudah ada, baik keberhasilan pada aspek akademis maupun non-akademis. Secara Akademis, MAN IC merupakan MAN yang menjadi model pengintegrasian Imtaq dan Ipteks, melalui program Boarding School-nya. pada aspek ini pula, raihan-raihan prestasi akademis lainnya dari MAN ICS, seperti keunggulan dalam bidang sains, kelulusan 100%, hampir 100% alumni-alumninya mampu melakukan studi lanjut, dan  > 80% lulusannya masuk di PTN favorit baik di dalam maupun di luar negeri.