INFO LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

Sabtu, 18 Januari 2014

Pesantren Hidayatul Faizin

Pesantren Hidayatul Faizin, Bayongbong Garut

“Ananda, siap tidak siap kamu harus siap. Dimana pun, kapan pun kamu harus selalu siap berjuang, karena agama tidak pernah melarang perempuan untuk maju ke medan perjuangan. Bahkan agama menjunjung tinggi dan memberikan penghargaan kepada perempuan dengan mengabadikan nama “annisa” (perempuan- perempuan) sebagai salah satu nama surat dalam Alquran.”

Itulah pesan yang selalu diingat Hj. Hilma Mimar, putri sulung dari sembilan bersaudara, buah cinta pasangan KH. A. Mimar Hidayatullah dan Hj. Dalfa Utsman, Pimpinan Pondok Pesantren Hidayatul Faizin yang terletak di kawasan Bayongbong Kabupaten Garut Jawa Barat. Pesan tersebut merupakan landasan yang selalu menjadi spirit sekaligus inspirasi dalam menjalani kehidupan dengan segala aktivitasnya.

Bersama suami tercinta, Hj. Hilma membantu ayahanda mengelola pesantren yang saat ini memiliki santri tidak kurang dari 500 santri perempuan. Dalam mengelola pesantren ini, perempuan tidak diposisikan sebagi pelengkap semata. Hj. Hilma justru memainkan peran yang sangat signifikan dalam seluruh proses pendidikan yang berlangsung di pesantren ini dengan tetap mempertahankan penggunakan metode salaf ini. Kini, Pesantren Hidayatul Faizin yang telah berdiri sejak tahun 1839 telah memiliki pendidikan sekolah setingkat Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah. Keberadaan sekolah inipun tidak terlepas dari tangan dinginnya dalam merumuskan kebijakan pesantren di saat adik-adiknya masih mengenyam pendidikan di berbagai daerah.

TASYWIQ AL-KHILLAN: MENGAKRABKAN NAHWU ARAB KEPADA PEMBACA NUSANTARA

       Karya pesantren merupakan salah satu ciri dari kreativitas akademis-intelektual kalangan Muslim Nusantara. Tidak terhitung jumlahnya tentang karya-karya yang lahir dari pesantren sejak keberadaan lembaga pendidikan Islam ini di Nusantara hingga kini. Yang jelas, manuskrip-manuskrip dan buku-buku ajar yang masih digunakan di berbagai pesantren menjadi ciri bahwa geliat (re)produksi karya tulis kreatif merupakan salah satu ciri dari pesantren. Jika ada asumsi bahwa pesantren "nihil" sumbangan karya dalam konteks "pendidikan Nasional-Sekuler", maka jawabannya terletak pada eksistensi karya-karya tersebut di dunia pesantren sendiri. Persoalannya terletak pada keengganan pengakuan dan ketidakpedulian dari pendidikan mainstream (baca: sekolah) terhadap karya-karya tersebut. Di bawah ini adalah tulisan tentang salah satu karya dari K.H. Muhammad Makhsum bin Salim yang menulis Tasywiq al-Khillah, sebuah karya dalam bidang Nahwu, yang ditujukan sebagai referensi bagi pelajar-pelajar di Nusantara dan lainnya.
 
 
 
Tasywiqul Khillan, Satu Keunggulan Nahwu Ulama Nusantara
 
Jumat, 08/11/2013 13:08
KH Muhammad Makshum bin Salim orang Indonesia yang menunjukkan keunggulan ulama Nusantara. Ulama asal Semarang, Jawa Tengah ini menulis kitab Tasywiqul Khillan. Dalam kitab itu, pengalaman membaca dan keahliannya mengenai Nahwu (tata bahasa Arab) terlihat jelas.

Dalam kitabnya, sejumlah rujukan digunakan. Secara jelas ia menyebutkan rujukan utamanya seperti hasyiyah Abu Bakar Asy-Syanwani atas Syarah Al-Jurumiyah karya Syekh Kholid, Syarah Kafiyah Ibnul Hajib karya Syekh Ridho Istrobadzi, dan Mughnil Labib, Syudzurudz Dzahab, Qathrun Nada karya Jamaluddin Ibnu Hisyam Al-Anshori.

PENDIDIKAN UNTUK KAUM PEREMPUAN AFGANISTAN

 
 
Akhirnya Taliban Dirikan Sekolah untuk Anak Perempuan
Seperti diketahui, ketika rezim Taliban menguasai Afganistan, banyak peraturan yang dikeluarkan oleh rezim ini yang dianggap mengekang kiprah kaum perempuan di ruang publik (public domain), termasuk kaum perempuan dilarang untuk sekolah. Namun seiring dengan pergantian rezim dan perubahan orientasi perjuangan, maka sebagian pimpinan (dan eks-pimpinan) Taliban mulai menerima demokrasi, modernisasi, dan pendidikan modern. Di bawah ini disajikan tulisan dari Mukafi Na'im tentang salah satu bentuk keterbukaan kelompok Taliban terhadap pentingnya pendidikan (formal) bagi kaum perempuan.
 
 
Akhirnya Taliban Dirikan Sekolah untuk Anak Perempuan
 
Sabtu, 18/01/2014 00:38
Kabul, NU Online
Saat Taliban melarang anak- anak perempuan untuk bersekolah di tahun 1990-an, Mulah Wakil Ahmad Muttawakil menjabat sebagai menteri luar negeri.

Kini, putri Muttawakil bersekolah di Kabul— di sebuah sekolah yang ia bangun. “Ia duduk di kelas dua dan menjadi salah satu siswa berprestasi di kelasnya,” ujarnya bangga. Katanya ia sering membantu anaknya mengerjakan pekerjaan rumah. Demikian dilaporkan oleh wall street journal, Kamis (17/1).

KYAI MA'SHUM BIN ALI DAN KARYA-KARYANYA

        Karya pesantren yang dibahas kali ini adalah Kitab al-Amtsilatu al-Tashrifiyyah karya Kyai Haji Ma'shum bin Ali, seorang Kyai asal Jombang. Karya ini menjadi salah satu buku daras yang dipergunakan di banyak pesantren, madrasah, dan lembaga pendidikan Islam lainnya. Hingga saat ini, karyanya ini dapat dikatakan belum tergantikan, sekalipun muncul karya-karya serupa. Tulisan Saifullah Ibn Nawawi di bawah ini mengantarkan kita untuk mengenal sekilas karya ini.

KYAI MA'SHUM BIN ALI DAN KARYA-KARYANYA
 
Jumat, 17/01/2014 16:15
Kebanggaan sebagai orang Jombang semakin berlipat. Salah satu kitab kuning yang dikenal dengan nama “Tashrifan” yang banyak diajarkan di madrasah serta pondok pesantren, dan amat masyhur di Nusantara, bahkan di manca negara, juga merupakan karya besar ulama asal Jombang.
Kitab ini bernama “Al-Amtsilah at-Tashrifiyyah” di bidang ilmu sharaf merupakan karya KH M Ma’shum bin Ali asal Pesantren Seblak Diwek Jombang. Susunan bait-baitnya sangat sistematis, sehingga mudah difahami dan dihafal bagi para pelajar dan santri. Hampir di seluruh lembaga pendidikan madrasah yang ada di Indonesia bahkan beberapa negara Islam, kitab ini menjadi salah satu bidang studi yang tetap dikaji. Saking masyhurnya, kitab ini mempunyai julukan “Tasrifan Jombang”.
Keagungan kitab ini tak hanya terletak pada ilmu sharaf. Bila diteliti, ternyata sistematikanya memuat makna filosofi yang sangat tinggi. Kitab ini bukan saja mempunyai sistematika penulisan yang unik, akan tetapi memiliki filososfi pengajaran perilaku kehidupan. Salah satu contoh bisa dilihat, pada fi’il tsulasi mujarrad misalnya, dalam enam kalimat yang disebut ternyata mengandung filososfi kehidupan.

DASAR POLITIK PESANTREN



Senin, 06/01/2014 09:00

Buku karya Ahmad Baso ini menceritakan bagaimana ilmu politik Indonesia tergerus sedikit demi sedikit yang menyebabkan keterputusan dengan tradisi dan kehilangan identitasnya. Semua itu bermula dengan adanya penjajahan. Menurut Baso, penjajahan bangsa asing, bukan hanya menyebabkan penderitaan rakyat di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, melainkan juga menyebabkan kita kehilangan ilmu politik asli bangsa Indonesia warisan leluhur. Dan penjajah mengisi kekosongan ilmu politik bangsa ini dengan ilmu politik mereka hingga dewasa ini. Indikasinya banyak kitab, buku yang dicuri dibawa oleh penjajah ke negaranya, sehingga banyak generasi kita selanjutnya terputus pengetahuan politiknya dengan tradisinya dan tanah airnya.