INFO LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

Sabtu, 30 Oktober 2010

MENATAP MASA DEPAN PESANTREN


Oleh. Muhammad Raqib*

       Bangsa Indonesia saat ini tengah mengalami perubahan besar-besaran yang terjadi secara radikal dan kritis. Sebagian perubahan itu, tidak hanya menuntun pada krisis ekonomi, politik, tetapi telah merambah ke wilayah yang paling fundamental, yakni krisis moral. Sehingga pada akhirnya memaksa warga negeri ini kehilangan harapan. Ketika sebagian besar orang lebih peduli kepada kelompoknya sendiri, dunia pesantren justru terpanggil memainkan peran sebagai pembangkit kesadaran kebangsaan. Sebagai alumni yang sama-sama telah lama mengenyam pendidikan di dunia pesantren, penulis mengajak untuk mencermati, memahami dan mengambil sikap atas perubahan tersebut. Dengan demikian, kita akan menemukan ide-ide segar tentang bagaimana cara memahami diri dan institusi pesantrennya sebagai misi perubahan. Pesantren adalah lembaga keagamaan yang terbilang cukup lama, telah berkiprah dalam pengembangan ilmu keislaman tradisional dengan bingkai Aswaja dan moralitas luhur yang disandangnya dengan kearifan lokal. Pada awal kelahirannya, pesantren tumbuh dan berkembang di berbagai daerah pedesaan. Di mana keberadaan pesantren, sangat kental dengan karakteristik Indonesia yang memiliki nilai-nilai strategis dalam pengembangan masyarakat.
Realitas menunjukkan bahwa pesantren sampai saat ini, memiliki pengaruh cukup kuat dalam setiap aspek kehidupan di kalangan masyarakat muslim pedesaan yang taat. Kuatnya pengaruh tersebut, membuat setiap pengembangan pemikiran dan interpretasi keagamaan yang berasal dari luar kaum elit pesantren tidak akan memiliki dampak signifikan terhadap way of life dan sikap masyarakat Islam di daerah pedesaan. Kenyataan ini, menunjukkan bahwa setip upaya yang ditunjukkan untuk pengembangan masyarakat di daerah-daerah pedesaan perlu melihat dunia pesantren.
Secara substansial, pesantren tidak mungkin bisa dilepaskan dari masyarakat pedesaan. Karena, lembaga pesantren tumbuh dan berkembang dari dan untuk masyarakat dengan memposisikan dirinya sebagai bagian dari masyarakat dalam pengertian yang transformatif. Dalam konteks ini, pendidikan pesantren pada dasarnyan merupakan pendidikan yang syarat dengan nuansa transformasi sosial. Pesantren terikhtiarkan meletakkan visi dan kiprahnya dalam kerangka pengabdian sosial yang pada mulanya ditekankan kepada pembentukan moral dan kemudian dikembangkan dengan rutinitas-rutinitas pengembangan yang lebih sistematis dan terpadu.
Pengabdian sosial masyarakat yang dilakukan pesantren itu merupakan manifestasi dan nilai-nilai yang dipegang pesantren. Nilai pokok yang selama ini berkembang dalam komunitas santri lebih tepatnya lagi dunia pesantren adalah seluruh kehidupan ini diyakini sebagai ibadah. Maksudnya, kehidupan dunia disubordinasikan dalam rangkuman nilai-nilai ilahi yang mereka peluk sebagai nilai yang tertinggi. Dari nilai pokok ini berkembang nilai-nilai luhur yang lainnya, seperti nilai keikhlasan, kesederhanaan dan kemandirian. Nilai-nilai ini merupakan dasar yang dijadikan landasan pesantren dalam pendidikan dan pengembangan masyarakat yang pada gilirannya dikembangkan sebagai nilai yang paling substansial.
Di samping ketiga nilai-nilai tersebut (keikhlasan, kesederhanaa, kemandirian) sebagai landasan dasar dan menjadi acuan masyarakat luas, dan secara fundamental juga sebagai senjata untuk membendung kungkungan kapitalisme, globalisasi yang saat ini hampir menjadi agama baru yang tidak lagi terlekat oleh dimensi ruang dan waktu. Hal itu pada akhirnya membawa perubahan yang cukup signifikan dalam proses kehidupan bangsa Indonesia dari segi sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Dalam perspektif ini, pesantren sebagi basis keagamaan yang tidak lepas dari realitas objektif, dituntut untuk melakukan gerakan-gerakan moral-kultural dapat membaca dan memberikan solusi terhadap persoalan dan perubahan yang ada, mampu menjadi katalisator yang populis serta menumbuhkan nilai positif pesantren, setidaknya menjadi “besi” sebagai penangkis dari ketajaman pedang globalisasi, modernisasi, kapitalisme dan lain-lain yang berdampak pada budaya negatif terhadap tatanan sosial dan moralitas bangsa Indonesia. Realitas kongkrit yang dihadapi masyarakat itu, menjadi tugas utama bagi sebuah lembaga pesantren yang menjadi standarisasi masyarakat luas untuk lebih respek terhadap fenomena yang terjadi guna menata kehidupan dan moralitas bangsa dengan mengacu pada ajaran Nabi Muhammad.


*(Alumni Annuqayah 2005)

Jumat, 29 Oktober 2010

KEMANDIRIAN PONDOK PESANTREN DAN TANTANGANNYA DI MASA DEPAN

Oleh: Imam Suprayogo*


Sebuah tugas yang saya rasakan cukup berat, yaitu berbicara tentang pesantren di hadapan para Kyai. Menurut hemat saya, orang yang paling tahu tentang pesantren adalah para Kyai sendiri. Para Kyai itulah yang mendirikan, memiliki, dan mengembangkan pesantren. Sedangkan saya yang ditugasi berbicara tentang pesantren, justru tidak pernah nyantri, apalagi menjadi kyai. Posisi saya hanyalah sebagai orang yang sangat mencintai para Kyai dan pondok pesantren. Sekalipun saya tidak mengetahui banyak tentang pendidikan pesantren, tugas berat ini harus saya tunaikan, karena diminta sendiri oleh Gus Lukman, pengasuh pesantren Tremas. Saya telah mencoba menghindar dari tugas ini, yang semula akan dilaksanakan pada tanggal 14 Oktober 2009 dan kebetulan pada hari dan tanggal itu, saya sudah terlebih dahulu menyanggupi untuk berceramah di hadapan sivitas akademika Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri (STAKN) di Palangkaraya.

Kamis, 28 Oktober 2010

Globalisasi: Tantangan Utama Pendidikan Islam Di Indonesia


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Globalisasi menjadi tantangan utama bagi pendidikan Islam di Indonesia. Pengaruh globalilasi berimplikasi pada pergerseran arah dan posisi pendidikan Islam Nusantara. Oleh karena itu, menurut Abuddin Nata, Guru Besar Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, program pendidikan harus memadukan penguatan karakter dan moral anak didik.  Sebab, pendidikan Islam memiliki fungsi penting dan kontribusi mengembangkan pembangunan karakter dan nilai-nilai moral untuk kegiatan manusia dan negara-negara berkembang.”Pengembangan pendidikan Islam tanggungjawab kita semua sebagai hamba Allah,”kata dia dalam acara seminar sehari bertema “Dinamika pendidikan Islam di Indonesia”, Jakarta, Rabu (29/9/2010).

Minggu, 24 Oktober 2010

Perlunya Mendefinisi Ulang Istilah Pesantren

Image Detail      

      Pesantren merupakan salah satu institusi pendidikan yang cukup tua di Indonesia. Tentunya jika dibanding dengan sekolah dan madrasah, pesantren telah eksis terlebih dahulu, tetapi dibanding dengan Mandala (bentuk lembaga pendidikan pada masa kerajaan Hindu) atau surau dan dayah, maka pesantren merupakan salah satu bentuk adaptasi-akomodatif kaum muslim terhadap sistem pendidikan yang ada pada saat berlangsungnya proses Islamisasi di Nusantara.  Pesantren, bisa jadi diambil dari kata pe-santri-an (tempat para santri tinggal dan belajar), yang hampir mirip dengan pe-cantrik-an (tempat para siswa "Hindu" [cantrik]) yang tinggal dan belajar agama pada tempat tertentu (terutama asrama). Selebihnya, istilah santri dan cantrik mempunyai kemiripan, yakni ditujukan siswa yang sedang mempelajari, mencari, dan menginternalisasi nilai-nilai kebaikan, yakni keyakinan terhadap Dzat Pencipta Alam, ibadah, dan aplikasi nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan keseharian. Dengan demikian, bisa jadi asumsi di atas benar, bahwa pesantren merupakan transformasi dari "pecantrikan" dalam sistem Mandala ke dalam sistem pendidikan Islam-Nusantara.

Jumat, 22 Oktober 2010

PESANTREN MASA DEPAN


Dewasa  ini pesantren sudah dikembangkan tidak hanya untuk upaya tafaqquh fiddin, akan tetapi juga mengarahkan misinya pada pengembangan kualitas santri untuk  kemampuan diri dalam menghadapi dunia riil kehidupan yang lebih luas.  Jika di masa lalu, orang mengirimkan anaknya ke pesantren hanya untuk kepentingan memperoleh pengetahuan agama atau tafaqquh fiddin, akan tetapi sekarang juga ada harapan baru agar anaknya juga memperoleh ilmu pengetahuan umum. Itulah sebabnya pesantren dengan kyainya lalu mengantisipasinya dengan membuka multi program, Ilmu agama, Ilmu umum dan praksisnya . Makanya, banyak kyai yang sudah melakukan pembaharuan system pendidikan di dunia pesantren.

Kamis, 14 Oktober 2010

Perguruan Tinggi Islam: Mimpi Dua Intelektual Muslim Amerika


        Imam Zaid Shakir dan Syekh Hamzah Yusuf tak pernah lelah untuk berjuang demi mewujudkan sebuah impian: mendirikan perguruan tinggi Islam yang terakreditasi di Amerika Serikat (AS). Perjuangan yang dilakukan keduanya selama bertahun-tahun, tak lama lagi akan segera terwujud. Kedua intelektual Muslim di California, AS, itu berupaya untuk menghadirkan perguruan tinggi Islam yang mampu mendidik generasi muda Muslim menjadi pemimpin yang memegang teguh nilai agamanya dalam suasana kehidupan Amerika. ''Sebagai sebuah komunitas agama, kebutuhan kami tak jauh berbeda dengan komunitas agama lain,'' tutur Shakir, seorang warga AS asli yang telah lama memeluk Islam.

KH Kholil Ridwan: 'Ada Ketidakadilan terhadap Pesantren'


Begitu bom meledak di Bali Oktober 2005, yang disusul dengan munculnya video rekaman para aksi bom bunuh diri yang mengaku sengaja melakukannya atas nama 'jihad'. Tiba-tiba saja dunia pesantren menjadi tersandera. Aneka wacana bermunculan dalam kaitan pengawasan pesantren. Dan gongnya, adalah perlunya pengambilan sidik jari bagi semua siswa pesantren. ''Kalau saya kasih komentar, ini artinya ada ketidakadilan publik terhadap pesantren. Kenapa misalnya, para alumni Universitas Indonesia (UI) yang menjadi koruptor, sebut misalnya, Ketua KPU Nazaruddin Syamsuddin, ditahan karena dianggap korupsi, tapi kok UI tidak dikatakan sebagai sarang koruptor,'' ujar Ketua Majlis Pimpinan Badan Kerja Sama Pondok Pesantren Indonesia (BKSPPI), KH Kholil Ridwan. Padahal, kata dia, pesantren termasuk ikut melahirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan berperan besar terhadap kehiduban bangsa Indonesia.