INFO LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

Kamis, 14 Oktober 2010

KH Kholil Ridwan: 'Ada Ketidakadilan terhadap Pesantren'


Begitu bom meledak di Bali Oktober 2005, yang disusul dengan munculnya video rekaman para aksi bom bunuh diri yang mengaku sengaja melakukannya atas nama 'jihad'. Tiba-tiba saja dunia pesantren menjadi tersandera. Aneka wacana bermunculan dalam kaitan pengawasan pesantren. Dan gongnya, adalah perlunya pengambilan sidik jari bagi semua siswa pesantren. ''Kalau saya kasih komentar, ini artinya ada ketidakadilan publik terhadap pesantren. Kenapa misalnya, para alumni Universitas Indonesia (UI) yang menjadi koruptor, sebut misalnya, Ketua KPU Nazaruddin Syamsuddin, ditahan karena dianggap korupsi, tapi kok UI tidak dikatakan sebagai sarang koruptor,'' ujar Ketua Majlis Pimpinan Badan Kerja Sama Pondok Pesantren Indonesia (BKSPPI), KH Kholil Ridwan. Padahal, kata dia, pesantren termasuk ikut melahirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan berperan besar terhadap kehiduban bangsa Indonesia.

Namun, ia tidak menganggap serius upaya-upaya memojokkan pesantren seperti itu.''Yang terpenting, bagaimana para pimpinan dan pengasuh pesantren bisa menjelaskan kepada para wali santri bahwa semua wacana itu adalah fitnah dan tidak benar. Ini strategi musuh-musuh Islam yang sedang mengobok-obok pondok pesantren,'' ujarnya. Kepada Damanhuri Zuhri dari Republika, ia menguraikan peran sosial pesantren dalam kaitan kehidupan berbangsa dan bernegara. Berikut ini wawancara dengan salah seorang Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang juga Pimpinan Pondok Pesantren Al Husnayain, Pasar Rebo, Jakarta Timur, ini.

Kabarnya ada rencana pengawasan terhadap pesantren, termasuk perubahan kurikulumnya. Betulkah demikian?
Ada klarifikasi dari Menteri Agama bahwa dia tidak mau mencampuri kurikulum Pondok pesantren (Ponpes). Kapolri juga sudah membuat pernyataan tidak akan ada sidik jari terhadap santri-santri, Wapres Jusuf Kalla juga sudah. Atau memang sudah begitu pakem menjadi pejabat; (setelah terjadi pro-kontra) kemudian mengatakan tidak, bukan begitu maksudnya, dan sebagainya. Tapi, memang harus ada gerakan umat Islam khususnya para tokoh dan pengasuh pondok pesantren untuk menentang hal itu. Apakah itu hanya coba-coba, apalagi jika sungguhan. Saya banyak sekali menerima SMS supaya menolak secara tegas rencana Polri untuk melakukan sidik jari terhadap santri ponpes.

Terkait terorisme, ada stigmatisasi terhadap pesantren. Bagaimana Anda memandang hal ini?
Saya kira kalau pesantren itu yang mengajarkan terorisme, aksi-aksi teror sudah ada sejak dulu. Sebelum Indonesia merdeka sudah ada pesantren. Pendidikan di pesantren sudah dilakukan berpuluh-puluh tahun sebelum ada tragedi WTC, disusul bom Bali I, lalu bom Bali II. Kenapa pada saat ada alumni pesantren yang cuma segelintir orang menjadi terdakwanya, lantas pesantrennya yang dicurigai.

Bagimana kiprah pesantren sebetulnya?
Justru Ponpes itu ikut melahirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dibayar dengan darah dan nyawa. Lihat saja peristiwa 10 Nopember, yang dijadikan sebagai Hari Pahlawan. Bung Tomo (pejuang Surabaya yang menjadi tokoh peristiwa itu) menggunakan jargon-jargon ponpes, antara lain dengan pekik takbir di RRI, para santri dan pemuda alumni ponpes bergerak semua untuk berjihad melawan tentara sekutu yang begitu kuat sampai Jenderal Malaby tewas dalam pertempuran itu. Sebelum itu kita mengenal tokoh-tokoh Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Teuku Umar, Cut Nyak Dien, dan lainnya, semuanya mereka mengorbankan ruhul jihad (semangat jihad, red) yang itu sebetulnya ajaran Islam. Dan, ruhul jihad itu yang menjadikan ponpes berjuang untuk mengusir penjajah sehingga bangsa Indonesia merdeka.

Kalau begitu, sangat ironis jika kemudian Ponpes dianggap malah mau menghancurkan negara dengan aksi terornya?
Ya, sangat naif. Dan itu menyakiti hati umat Islam. Berarti pemerintah atau penguasa akan buka front, bukan menyelesaikan masalah. Kalau ponpes dituduh, justru akan menimbulkan masalah baru. Yang dituduh itu bukan lembaganya, harusnya oknumnya; kebetulan dia alumni Ponpes. Kalau Ponpesnya, pemerintah seharusnya berterimakasih kepada ponpes. Kalau seandainya ponpes ditutup, diperlakukan semena-mena, kalau misalnya hitung-hitungannya sampai kemudian ponpes ditutup semua, pemerintah mau membangun sekolah sebanyak 17 ribu sebagai gantinya ponpes, dari mana dananya?

Bagaimana antisipasinya agar masyarakat tidak fobia terhadap pesantren?
Saat ini ada usaha untuk meluruskan makna jihad. Sekarang sedang dibuat konsep jihad yang seutuhnya oleh Tim Penanggulangan Terorisme (TPT). Tim itu nanti ditugaskan untuk meneliti beberapa ponpes yang dicurigai. Ini akan dijadikan bahan oleh aparat pemerintah dan juga dijadikan bahan oleh pimpinan ponpes bahwa jihad yang benar itu seperti apa, dan bahwa bom bunuh diri itu bukan jihad. Saya kira memang harus ditangani secara mendasar. Kalau saya mengambil hikmahnya, bahwa dengan adanya kasus bom bunuh diri, kemudian adanya rencana over acting mau mengambil sidik jari segala, maka masyarakat akan penasaran dan terdorong untuk mencari definisi jihad yang benar.

Gara-gara informasi seperti ini banyak orang jadi ketakutan memasukkan anaknya ke ponpes, Anda mendengarnya?
Ya, ini sisi negatifnya yang harus kita luruskan. Hikmahnya, orang jadi mau mempelajari makna jihad, kemudian ponpes akan mengajarkan santrinya bahwa jihad yang benar itu kaya apa. Dan nanti Ponpes jadi lebih hati-hati dalam sepak terjangnya di masa yang akan datang dan masyarakat akan mengerti bahwa pesantren itu bukan sarang teroris. Kalau pun ada satu-dua ponpes yang menyalahgunakan, masyarakat akan tahu. Jadi, kalau masyarakat takut memasukkan anaknya di ponpes tertentu yang memang dicurigai karena hal itu, ndak apa-apa, logis saja sebagai konsekuensi satu gerakan.

Ada informasi terakhir, untuk ngajar di Ponpes di Jawa Barat, harus mendapat izin pihak kepolisian, bagaimana ini?
Inilah salah satu sikap tindakan di bawah, bukan Kapolrinya. Di bawah ini ada yang over acting. Jadi, instuksi dari atas hijau muda, di bawah menjadi hijau tua. Kalau misalnya pengawasan bukan hanya pesantren tapi semuanya. Tapi, kalau belum apa-apa sudah diomongin ponpes mau diawasi, santrinya disidik jari, jadi bukan kerjaan intel. Kalau intel hanya mengawasi tapi punya target lain. Ada yang mengatakan ada grand design, bisa saja dari luar secara tidak sadar, kita terbawa oleh irama desain itu. Apakah kita dalam artian pemerintah, aparat, atau memang ada oknum di aparat yang memancing di air keruh. Ada yang sambil menyelam minum air.

Sebenarnya, seberapa besar peran pesantren terhadap kehidupan bangsa ini?
Ingat, republik ini berhutang kepada ponpes. Lihat saja, anak didik alumni ponpes tidak pernah tawuran, pergaulan bebas, hidup sederhana, tahan banting. Kalau pun dia menjadi aparat, pegawai negeri, lebih dekat kepada kejujuran, walapun ada beberapa oknum yang akhirnya ikut arus juga. Tapi, Ponpes itu fungsinya untuk pembangunan bangsa dan negara serta pembangunan generasi yang akan datang itu sangat besar.

Anda mengambil banyak pelajaran dari gonjang-ganjing pesantren belakangan ini?
Ya. Saya menghimbau, para pimpinan dan pengasuh ponpes atau masyarakat pesantren, perlu waspada. Tapi, jangan sampai isu terorisme ini belum apa-apa pak kiainya sendiri yang ketakutan. Perlu juga memberikan penjelasan-penjelasan kepada wali-wali santri ini adalah fitnah, tidak benar, ini strategi musuh-musuh Islam yang sedang meng-obok-obok Ponpes. Untuk pihak keamanan mohon untuk tidak over acting. Kalau memang ada satu dua ponpes yang mau diselidiki, lakukanlah, tapi jangan membuat orang jadi alergi terhadap pesantren. Dari dulu Ponpes kan banyak yang diawasi dan hasilnya tidak pernah diumumkan. Apalagi sekarang ada Tim Penanggulangan Terorisme. Apabila menginginkan sesuatu tentang Ppnpes, bisa koordinasi dengan tim ini, tidak langsung masuk ke ponpes.


REPUBLIKA - Jumat, 23 Desember 2005;

Tidak ada komentar:

Posting Komentar