INFO LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

Jumat, 25 November 2011

Geliat Pendidikan Islam di Negeri Paman Sam

    Amerika sebagai negara metropolitan, multietnis, dan multireligius memberikan kebebasan bagi warga negaranya untuk terus melakukan kajian dan studi dalam berbagai bidang yang dapat mendorong kemajuan peradaban bangsa Amerika. Sebagian warga negara Amerika merupakan pemeluk agama Islam atau muslim. Sekalipun dalam bayang-bayang stereotype bahwa Islam (Muslim) identik dengan teroris, warga muslim Amerika, yang umumnya berasal dari kaum Imigran, terus melakukan upaya dakwah untuk menunjukkan bahwa Islam adalah agama perdamaian, agama keselamatan, dan rahmat lil 'alamin. Pasca keruntuhan WTC, 11 September, George W. Bush memukul genderang perang yang memojokkan kaum muslim di seluruh dunia dan menuduhnya sebagai teroris, akativitas kajian Islam di Amerika dan Eropa justeru terus meningkat. 
         Kalangan muslim Amerika mengalami keeratan, kerekatan, dan konsolidasi internal yang melebihi masa sebelumnya. Pertama, sebagai minoritas, mereka memang seharusnya bersatu atau menyatukan seluruh potensinya untuk memajukan dirinya dan meminimalisir hambatan internal dan eksternal. Kedua, pengidentikkan Islam dengan Terorisme oleh sebagian pemerintah dan masyarakat Amerika dan Eropa telah memotivasi kaum muslim untuk menunjukkan bukti-bukti nyata, bahwa tuduhan mereka adalah salah. Ketiga, sebagai warganegara Amerika (dan Eropa) mereka ingin membuktikan bahwa umat Islam (dan Islam) dapat berkontribusi bagi kemajuan peradaban Amerika dan dunia; sekalipun minoritas, tetapi mereka dapat memberikan kontribusi berarti. Keempat, umat Islam Amerika (dan Eropa) memiliki tanggung jawab pula untuk meningkatkan kualitas kehidupan umat Islam di negeri lainnya. Mereka dianggap sebagai representasi Muslim di Negeri Superpower, maka mereka tergerakkan juga untuk memikirkan nasib umat Islam di negeri-negeri lainnya.
         Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan Islam(i) dianggap sebagai salah satu media dan usaha yang tepat. Karenanya, kaum Muslim di Amerika terus berusaha untuk meningkatkan kualitas sistem dan pencitraan pendidikan Islam, salah satunya adalah melalui pengelolaan sistemik, kompetitif, dan berstandar internasional pendidikan bercirikan Islam.  Dua tulisan di bawah ini menunjukkan hal tersebut.

--------

Perguruan Tinggi Islam Pertama di AS Resmi Dibuka
REPUBLIKA.CO.ID, BERKELEY, CALIFORNIA--Dari delapan kampus yang dipertimbangkan, Faatimah Knight akhirnya memutuskan  mempelajari Sastra Inggris, di  Zaytuna College, di mana ia dapat belajar tentang Islam klasik dalam lingkungan yang ramah dengan semua aspek dalam keyakinan Islam. Gadis asal Brooklyn berusia 18 tahun itu pun akan menjadi bagian dari kelas, yang diharapkan pendiri Zaytuna mewujudkan kampus Muslim pertama yang diakreditasi sebagai lembaga pendidikan tinggi dengan identitas Islam namun terbuka untuk setiap keyakinan.

Perguruan Tinggi Islam Pertama di AS Resmi Dibuka
Suasana di lingkungan Zaytuna College

Faatimah memilih Zaytuna karena ia menginginkan tumbuh beserta keimanan kuat dan belajar tentang agama yang menginspirasi orang tuanya beralih agama dan bahkan mampu membela Islam dalam waktu-waktu sulit penuh kecurigaan dari warga AS. "Empat tahun kuliah harusnya membuat saya lebih dari sekedar cerdas secara tekstual," ujarnya. "Saya ingin di sini karena saya ingin meningkatkan diri sebagai pribadi dalam arti karakter," ujarnya. "Saya hampir yakin bahwa itu bisa saya dapatkan dengan kuliah di sini,"
Knight, adalah satu dari 15 siswa Zaytuna dalam Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Seni Liberal yang memulai kelas pada 24 Agustus lalu. Zaytuna College mengembangkan program seminar permulaan di Institut Zaytuna, yang telah meluluskan mahasiswa pada 2008 lalu.  Seorang penduduk asli Amerika yang beralih menjadi Muslim asal San Fransisco Bay Area, Syekh Hamza Yusuf, yang mempelajari Islam di luar negaranya, memulai institut tersebut pada 1996, menawarkan program studi Sastra Arab dan Kajian Islam.
Yusuf mengawali rencana transisi Zaytuna menjadi lembaga kampus sepenuhnya dua tahun lalu bersama dua koleganya, Imam Zaid Shakir, warga asli Berkeley yang juga berpindah menjadi Muslim dan belajar Islam di luar negeri, dan Hatem Bazian, keturunan asli Palestina yang telah tinggal di Bay Area selama 27 tahun sekaligus guru besar di Universitas of California Berkeley. Tiga sosok tersebut adalah beberapa dari cendekiawan Muslim yang tersohor dan paling dikenal baik di Amerika, demikian menurut direktur program dan perangkulan umat di Dewan Hubungan Islam Amerika (CAIR), San Fransisco, Zahra Biloo.
Kampus tersebut kini tengah mengupayakan akreditasi dari  Western Association of School and Colleges. Pendiri berharap, dengan akreditasi tersebut, para lulusan dapat bekerja di profesi apa pun, termasuk melayani komunitas Muslim Amerika sebagai imam, manajer NGO, ata guru sekolah Islam. Kolega Yusuf, Hatem, mengatakan kampus macam itu dibutuhkan karena minim sekali profesional Muslim yang memiliki pemahaman kuat terhadap keyakinan mereka dan kebutuhan Muslim di AS. "Kami menilai kehadiran kampus sangat penting karena memberi tempat tumbuh bagi komunitas dengan tradisi mereka, tidak dalam niat untuk menciptakan perbedaan dalam masyarakat lebih luas, namun untuk menormalkan kehadiran perbedaan itu dalam masyarakat, bahwa tak ada kontradiksi antara menjadi warga AS dan menjadi muslim," paparnya.
Muslim memang telah ada di AS selama berabad-abad. Namun, menurut direktur riset dan manajemen komunitas dari Institut Kebijakan dan Pemahaman Sosial, lembaga think-thank fokus pada kajian Muslim AS berbasis di Michigan, Farid Senzai, sebagian besar imigran masuk ke negara itu dalam 40 tahun terakhir dengan 80 persen tiba setelah 1080-an. Selama beberapa generasi, Muslim di Amerika telah membangun sejumlah infrastruktur yakni masjid, sekolah dan lembaga advokasi. Kini dengan populasi yang diperkirakan merentang sebanyak 2 juta hingga 8 juta, mereka mulai mendirikan lembaga akademik, demikian ujar Farid, seperti yang dilakukan kaum Katholik dan Yahudi beberapa generasi lalu.
Kampus semacam tadi dapat menjembatani celah antara segmen berbeda di komunitas seperti imigran dan Muslim penduduk AS, ujar Zahra Billoo. Kehadiran lembaga itu juga dapat menghasilkan lulusan yang memiliki kapasitas sebagai imam di negara yang diperkirakan telah memiliki 2.000 masjid, sebagai pengganti pimpinan komunitas asal luar yang kerap menghadapi kendala budaya, bahasa dan perbedaan antar generasi.
Pertama kali dibuka, Zaytuna menawarkan kelas Bahasa Arab dan Kajian Teologi dan Hukum Islam. Kini mereka berencana menambah jurusan dan program sertifikat profesional di bidang etik kedokteran Islami, Keuangan Islami dan pelatihan keagamaan bagi imam dan mahasiswa S1. Zaytuna juga berharap dapat menjadi kendaraan dalam dialog antaragama. Kampus memang sengaja didirikan di lingkungan Berkeley yang progresif, salah satu titik kawasan intelektual dengan jumlah komunitas Muslim cukup besar. Lembaga itu kini menumpang di  American Baptist Seminary of the West selama lima tahun hingga pendirinya mampu mendirikan area kampus sendiri.
Farid mengatakan kehadiran lembaga itu dapat mempromosikan pemahaman lintas budaya, ketika pengunjung 'melihat langsung dalam bentuk tindakan'. "Yang pasti, institusi seperti ini, dalam jangka panjang sangat dibutuhkan untuk menghubungkan pihak yang berjarak sekaligus banyak selip pemahaman di masyarakat tentang Islam dan Muslim," ujarnya.


Redaktur: Ajeng Ritzki Pitakasari
Sumber: New Oklahoma/AP


Tunggulah Kebangkitan Generasi Muda Islam di Amerika
CHICAGO--Kampanye pemerintahan Amerika Serikat (AS) untuk menyejajarkan Islam dengan teroris ternyata berbuah manis bagi kaum Muslim. Begitu George W Bush saat menjadi presiden AS memukul genderang perang untuk memojokkan Muslimin, pertumbuhan Islam justru bergerak melesat. Hasilnya, kini mulai bisa terlihat. Di sebagian wilayah di AS, generasi muda Islam mulai memegang peranan. Mereka juga mulai diperhitungkan dalam kancah politik setempat. Bahkan, sebagian anak muda Islam mulai menjadikan geliat politik di AS sebagai jalan untuk berdakwah.

Tunggulah Kebangkitan Generasi Muda Islam di Amerika
Remaja Muslim di Amerika

Seorang pemuda Muslim di Chicago, Dana Jabri, mengaku yakin bahwa satu-satunya cara yang bisa dia tempuh untuk memajukan Muslim di AS adalah terlibat dalam dunia politik. Perempuan berusia 16 tahun keturunan Suriah itu pernah bekerja pada salah satu tokoh partai yang maju pemilu lokal. Dia pun mengaku punya kepedulian kuat terhadap problem yang kini dihadapi AS. "Saya ingin menjadi senator pertama di AS yang berjilbab," ujar dia. Jabri hanyalah salah satu dari sekian banyak generasi muda Islam yang ingin memajukan Islam lewat jalur politik. Kebanyakan mereka adalah keturunan para pendatang yang banyak dirugikan oleh kampanye perang global melawan teroris usai peristiwa penyerangan menara kembar WTC.
Direktur eksekutif organisasi pemuda antaragama Chicago, Eboo Patel, mengungkapkan bahwa generasi muda Muslim di AS saat ini telah berkembang sangat pesat. "Mereka menjadi generasi yang mempercepat pertumbuhan Islam," tutur dia. Kaum muda Muslim ini juga menjadi penerus perjuangan generasi sebelumnya. Patel menambahkan, generasi Muslim pertama di AS telah meletakkan infrastruktur dasarnya beruba masjid, sekolah, pemakaman, juga sistem pernikahan Islami. Generasi muda Muslim yang ada saat ini, ujar dia, akan meneruskan langkah tersebut dengan fokus pada lembaga-lembaga publik, termasuk institusi politik.

Redaktur: irf
Sumber: ap

2 komentar:

  1. semoga aja pendidikan islam di amerika terus berkembang ya??

    BalasHapus
  2. apa yang di harakan kita semua semoga bisa terkabul ya.. islam terus berkembang dan maju. Amiin ..

    BalasHapus