Oleh. Muhammad Raqib*
Realitas menunjukkan bahwa pesantren sampai saat ini, memiliki
pengaruh cukup kuat dalam setiap aspek kehidupan di kalangan masyarakat muslim
pedesaan yang taat. Kuatnya pengaruh tersebut, membuat setiap pengembangan
pemikiran dan interpretasi keagamaan yang berasal dari luar kaum elit pesantren
tidak akan memiliki dampak signifikan terhadap way of life dan sikap masyarakat
Islam di daerah pedesaan. Kenyataan ini, menunjukkan bahwa setip upaya yang
ditunjukkan untuk pengembangan masyarakat di daerah-daerah pedesaan perlu
melihat dunia pesantren.
Secara substansial, pesantren tidak mungkin bisa dilepaskan dari
masyarakat pedesaan. Karena, lembaga pesantren tumbuh dan berkembang dari dan
untuk masyarakat dengan memposisikan dirinya sebagai bagian dari masyarakat
dalam pengertian yang transformatif. Dalam konteks ini, pendidikan pesantren
pada dasarnyan merupakan pendidikan yang syarat dengan nuansa transformasi
sosial. Pesantren terikhtiarkan meletakkan visi dan kiprahnya dalam kerangka
pengabdian sosial yang pada mulanya ditekankan kepada pembentukan moral dan
kemudian dikembangkan dengan rutinitas-rutinitas pengembangan yang lebih
sistematis dan terpadu.
Pengabdian sosial masyarakat yang dilakukan pesantren itu
merupakan manifestasi dan nilai-nilai yang dipegang pesantren. Nilai pokok yang
selama ini berkembang dalam komunitas santri lebih tepatnya lagi dunia
pesantren adalah seluruh kehidupan ini diyakini sebagai ibadah. Maksudnya,
kehidupan dunia disubordinasikan dalam rangkuman nilai-nilai ilahi yang mereka
peluk sebagai nilai yang tertinggi. Dari nilai pokok ini berkembang nilai-nilai
luhur yang lainnya, seperti nilai keikhlasan, kesederhanaan dan kemandirian.
Nilai-nilai ini merupakan dasar yang dijadikan landasan pesantren dalam
pendidikan dan pengembangan masyarakat yang pada gilirannya dikembangkan
sebagai nilai yang paling substansial.
Di samping ketiga nilai-nilai tersebut (keikhlasan,
kesederhanaa, kemandirian) sebagai landasan dasar dan menjadi acuan masyarakat
luas, dan secara fundamental juga sebagai senjata untuk membendung kungkungan
kapitalisme, globalisasi yang saat ini hampir menjadi agama baru yang tidak
lagi terlekat oleh dimensi ruang dan waktu. Hal itu pada akhirnya membawa
perubahan yang cukup signifikan dalam proses kehidupan bangsa Indonesia dari
segi sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Dalam perspektif ini, pesantren
sebagi basis keagamaan yang tidak lepas dari realitas objektif, dituntut untuk
melakukan gerakan-gerakan moral-kultural dapat membaca dan memberikan solusi
terhadap persoalan dan perubahan yang ada, mampu menjadi katalisator yang
populis serta menumbuhkan nilai positif pesantren, setidaknya menjadi “besi”
sebagai penangkis dari ketajaman pedang globalisasi, modernisasi, kapitalisme
dan lain-lain yang berdampak pada budaya negatif terhadap tatanan sosial dan
moralitas bangsa Indonesia. Realitas kongkrit yang dihadapi masyarakat itu,
menjadi tugas utama bagi sebuah lembaga pesantren yang menjadi standarisasi
masyarakat luas untuk lebih respek terhadap fenomena yang terjadi guna menata
kehidupan dan moralitas bangsa dengan mengacu pada ajaran Nabi Muhammad.
*(Alumni Annuqayah 2005)