Prestasi siswa-siswi Madrasah Ibtidaiyah (MI) masih belum mendapatkan perhatian yang proporsional dari pemerintah, pengelola, dan masyarakat. Hal ini setidaknya diindikatori oleh beberapa hal. Pertama, pencapaian prestasi siswa MI belum (atau tidak) dapat setara dengan prestasi yang diperoleh siswa-siswi SD, baik SD Negeri atau swasta. Hal ini menunjukkan sistem pendidikan yang diterapkan pada MI belum didesain secara baik; atau jika desainnya telah baik, desain sistemnya diimplemetasikan belum mendapatkan pengawalan, monitoring, dan evaluasi yang proporsional (seharusnya). Kedua, keberadaan MI diberbagai wilayah, terutama di perkotaan, sulit atau sangat sedikit mendapatkan siswa, karena MI mendapatkan public trust (kepercayaan publik) yang rendah dibanding dengan SD. Rendahnya public trust ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, baik sistem, SDM, fasilitas, publikasi, maupun studi lanjut. Ketiga, SDM kepsek, guru, dan tenaga kependidikan di MI masih memiliki kompetensi (manajerial, profesional, sosial, dll) yang belum merata, atau cenderung "masih standar", atau belum banyak yang berkualifikasi "baik dan unggul".
PENJELAJAHAN RECITAL, INTELEKTUAL, DAN SPIRITUAL TAK BERTEPI
Minggu, 23 Oktober 2011
Peguruan Tinggi Asing di Indonesia: Tantangan dan Ancaman?
Apabila sekolah-sekolah tingkat dasar dan menengah asing telah cukup lama beroperasi dan mendapatkan izin operasional di Indonesia, kini giliran perguruan tinggi asing diwacanakan (bahkan akan dilaksanakan secepatnya) dapat menyelenggarakan pendidikannya di Indonesia. Dalam skala "kelas kerjasama" atau "mu'adalah" dengan PT di dalam negeri, seperti dalam program "double degree", PT asing, baik dari Asia, Eropa, Amerika, maupun Timur Tengah telah lama ada dan diakui. Kini, pemerintah sedang merancang undang-undang yang mengatur pendirian dan pelaksanaan PT asing di Indonesia.
Setidaknya ada beberapa faktor mengapa PT asing dapat beroperasi atau mendapat izin operasional di Indonesia. Pertama, masa globalisasi dan perdagangan bebas memberi kesempatan bagi perusahaan asing untuk beroperasi di negara Indonesia, demikian pula dengan perguruan tinggi asing. Kedua, banyaknya warga negara Indonesia yang melakukan studi di LN; maka dengan beroperasinya PT asing bonafit di Indonesia dapat memberi keuntungan bagi warga negara Indonesia untuk mendapat pendidikan dari PT unggul di Indonesia, dan tidak perlu lagi untuk pergi ke luar negeri. Ketiga, PT dalam negeri dapat bekerja sama dan berkompetisi langsung dengan PT asing tersebut. Keempat, keharusan asing memberikan dampak manfaat kepada lingkungan pendidikannya, masyarakat, pengembangan ipteks di Indonesia, akan memberikan manfaat lain dari keberadaan PT asing di Indonesia.
Namun demikian, keberadaan PT asing ini juga akan memberikan dampak "negatif". Pertama, PT dalam negeri akan berkompetisi langsung mendapatkan kepercayaan publik (public trust), terutama dari masyarakat Indonesia, bahkan tidak mustahil PT-PT unggulan dalam negeri akan diposisikan sebagai PT "kelas dua". Kedua, pembiayaan yang ditetapkan oleh PT asing, bagaimanapun, akan dapat dijadikan acuan pembiayaan oleh PT di dalam negeri; jika pembiayaan PT asing tersebut di atas rata-rata pembiayaan PTN/PTS, maka dapat saja di antara PTN/S tersebut akan mengikuti standar pembiayaan mereka. Maka tidak dapat dipungkiri standar pembiayaan bagi mahasiswa, baik yang ditanggung oleh Pemerintah ataupun masyarakat, dapat naik. Hal ini dapat saja semakin jauh dari jangkauan masyarakat Indonesia kelas menengah ke bawah.
Perguruan Tinggi Asing Bisa Berdiri di Indonesia
Setidaknya ada beberapa faktor mengapa PT asing dapat beroperasi atau mendapat izin operasional di Indonesia. Pertama, masa globalisasi dan perdagangan bebas memberi kesempatan bagi perusahaan asing untuk beroperasi di negara Indonesia, demikian pula dengan perguruan tinggi asing. Kedua, banyaknya warga negara Indonesia yang melakukan studi di LN; maka dengan beroperasinya PT asing bonafit di Indonesia dapat memberi keuntungan bagi warga negara Indonesia untuk mendapat pendidikan dari PT unggul di Indonesia, dan tidak perlu lagi untuk pergi ke luar negeri. Ketiga, PT dalam negeri dapat bekerja sama dan berkompetisi langsung dengan PT asing tersebut. Keempat, keharusan asing memberikan dampak manfaat kepada lingkungan pendidikannya, masyarakat, pengembangan ipteks di Indonesia, akan memberikan manfaat lain dari keberadaan PT asing di Indonesia.
Namun demikian, keberadaan PT asing ini juga akan memberikan dampak "negatif". Pertama, PT dalam negeri akan berkompetisi langsung mendapatkan kepercayaan publik (public trust), terutama dari masyarakat Indonesia, bahkan tidak mustahil PT-PT unggulan dalam negeri akan diposisikan sebagai PT "kelas dua". Kedua, pembiayaan yang ditetapkan oleh PT asing, bagaimanapun, akan dapat dijadikan acuan pembiayaan oleh PT di dalam negeri; jika pembiayaan PT asing tersebut di atas rata-rata pembiayaan PTN/PTS, maka dapat saja di antara PTN/S tersebut akan mengikuti standar pembiayaan mereka. Maka tidak dapat dipungkiri standar pembiayaan bagi mahasiswa, baik yang ditanggung oleh Pemerintah ataupun masyarakat, dapat naik. Hal ini dapat saja semakin jauh dari jangkauan masyarakat Indonesia kelas menengah ke bawah.
------
Perguruan Tinggi Asing Bisa Berdiri di Indonesia
JAKARTA, KOMPAS.com - Perguruan tinggi asing dapat menyelenggarakan pendidikan tinggi di Indonesia. Kehadiran perguruan tinggi asing itu harus mendorong kemajuan ilmu-ilmu dasar di Indonesia. Namun izin yang diberikan pemerintah kepada perguruan tinggi asing beroperasi di Indonesia, seperti tertuang pada Pasal 90 Rancangan Undang-undang Perguruan Tinggi (RUU PT) yang sedang dibahas pemerintah dan DPR itu, mendapat kritik dari sejumlah kalangan. Izin penyelenggaraan pendidikan tinggi asing yang diberikan pemerintah, dinilai sebagai upaya mendorong liberalisasi dan komersialisasi pendidikan tinggi. "Mengizinkan PT asing berdiri di Indonesia harus hati-hati, mesti mempertimbangkan betul bagaimana kondisi PT di Indonesia. PTN pun tidak semua bagus dan siap bersaing dengan kehadiran PT asing nantinya," kata Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB), Akhmaloka, yang dihubungi dari Jakarta, akhir pekan lalu.
Hanya 15% Pengajar Layak Disebut Dosen
Jumlah pengajar yang ada di berbagai perguruan tinggi di Indonesia mencapai 220.000 orang. Namun hanya 15% yang layak menyandang status sebagai dosen. Sementara sisanya masih dipertanyakan kemampuan dan kemauan dalam melaksanakan tugas. Menurut Asesor Badan Akreditasi Nasional (BAN) Dikti Prof Dr Khudzaifah Dimyati, tugas dosen bukan sekadar mengajar di kelas. Namun, mereka juga memiliki dua tugas pokok lain yakni meneliti dan mempublikasikan serta mengabdi kepada masyarakat. Dosen memiliki beberapa peran, yakni a) pendidik, b) peneliti atau pengembang keilmuan, c) pembimbing, d) evaluator,
"Orientasi pengembangan ilmu (penelitian) sangat minim. Padahal Dikti mengharapkan dosen meneliti dan hasilnya menjadi rujukan bagi dosen lain," kata Dimyati kepada Suara Merdeka, Sabtu (15/10/211). data dari Dikti, kontribusi ilmuwan Indonesia dalam pengembangan keilmuan hanya 0,012%. Jumlah ini jauh di bawah negara tetangga seperti Singapura dengan 0,179%, sedangkan Amerika mencapai 25%. Kemudian untuk jumlah jurnal yang dipublikasikan oleh Indonesia pada 2004 hanya 371, padahal Malaysia dengan 700 jurnal, Thailand (2.125), dan Singapura (3.086).
"Orientasi pengembangan ilmu (penelitian) sangat minim. Padahal Dikti mengharapkan dosen meneliti dan hasilnya menjadi rujukan bagi dosen lain," kata Dimyati kepada Suara Merdeka, Sabtu (15/10/211). data dari Dikti, kontribusi ilmuwan Indonesia dalam pengembangan keilmuan hanya 0,012%. Jumlah ini jauh di bawah negara tetangga seperti Singapura dengan 0,179%, sedangkan Amerika mencapai 25%. Kemudian untuk jumlah jurnal yang dipublikasikan oleh Indonesia pada 2004 hanya 371, padahal Malaysia dengan 700 jurnal, Thailand (2.125), dan Singapura (3.086).
Langganan:
Postingan (Atom)