PESANTREN, MADRASAH, DAN SEKOLAH

PENJELAJAHAN RECITAL, INTELEKTUAL, DAN SPIRITUAL TAK BERTEPI

Home | Sastra Muslim | Dunia Islam | Studi al-Qur'an | Semiotika | Cross Cultural Understanding

Jumat, 29 Oktober 2010

KEMANDIRIAN PONDOK PESANTREN DAN TANTANGANNYA DI MASA DEPAN

Oleh: Imam Suprayogo*


Sebuah tugas yang saya rasakan cukup berat, yaitu berbicara tentang pesantren di hadapan para Kyai. Menurut hemat saya, orang yang paling tahu tentang pesantren adalah para Kyai sendiri. Para Kyai itulah yang mendirikan, memiliki, dan mengembangkan pesantren. Sedangkan saya yang ditugasi berbicara tentang pesantren, justru tidak pernah nyantri, apalagi menjadi kyai. Posisi saya hanyalah sebagai orang yang sangat mencintai para Kyai dan pondok pesantren. Sekalipun saya tidak mengetahui banyak tentang pendidikan pesantren, tugas berat ini harus saya tunaikan, karena diminta sendiri oleh Gus Lukman, pengasuh pesantren Tremas. Saya telah mencoba menghindar dari tugas ini, yang semula akan dilaksanakan pada tanggal 14 Oktober 2009 dan kebetulan pada hari dan tanggal itu, saya sudah terlebih dahulu menyanggupi untuk berceramah di hadapan sivitas akademika Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri (STAKN) di Palangkaraya.

Ternyata, akhirnya Gus Lukman memberi kabar bahwa pertemuan ditunda menjadi tanggal 17 Oktober 2009. Umpama pertemuan ini juga diubah lagi menjadi tanggal 23 Oktober 2009, saya mempunyai alasan lagi tidak hadir, karena pada hari itu akan berbicara di hadapan para pimpinan, dosen, dan mahasiswa Institut Agama Hindu Negeri (IHD) di Bali. Menunaikan tugas, berbicara tentang pendidikan pondok pesantren di hadapan para Kyai saya rasakan memang berat. Sebab, saya tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup tentang itu. Andaikan boleh memilih, saya sesungguhnya lebih suka mendengarkan “dawuh” para Kyai. Tidak sebagaimana saat ini, justru berperan sebagai pembicara. Akan tetapi, oleh karena sudah tidak kuasa lagi menolak, maka tugas itu saya tunaikan. 
Semula saya juga tidak akan menyusun makalah, karena sepengetahuan saya, kebanyakan para Kyai jika pengajian juga tidak menulis makalah. Setahu saya, para Kyai lebih menyukai berkomunikasi atau bicara dari hati ke hati, bukan dari makalah ke makalah. Akan tetapi oleh karena Gus Lukman, melalui sms berkali-kali mengingatkan, agar saya menyusun makalah, apalagi juga mengkabarkan bahwa Gus Najih juga menulis, maka tugas itu tidak bisa saya elakkan lagi, makalah ini saya susun sekalipun dalam bentuk seadanya. Tugas saya sehari-hari mengurus kampus, ialah kampus universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Tugas memimpin kampus itu saya tunaikan sejak lama, sudah berjalan tidak kurang dari 13 tahun. Sekarang masih berlanjut, dan sampai kapan, persisnya saya juga tidak tahu. Hanya menurut SK Presiden, tertulis amanah itu hingga tahun 2013. Saya merasakan tugas memimpin kampus ini sudah sedemikian lama, dan belum boleh diganti, termasuk oleh sementara para Kyai. Alasannya, agar program-program yang saya rintis bersama teman-teman selama ini bisa berkelanjutan.
Program yang saya rintis sejak awal memimpin kampus ini, oleh sementara orang dan bahkan juga oleh para Kyai, dianggap cukup sesuai dengan maksud didirikannya pergurtuan tinggi Islam di Indonesia. Program yang saya maksudkan itu adalah memformat kembali perguruan tinggi Islam, menjadi bentuk sintesa antara tradisi universitas dengan tradisi pesantren. Sehingga, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang menjadi pesantren universitas atau universitas pesantren.
Selanjutnya, mungkin atas dasar pertimbangan tersebut, maka Gus Lukman, Pengasuh Pesantren Tremas, menugasi saya agar berbicara tentang pesantren masa depan. Tentu saja saya tidak akan mengungkap dan juga mengajukan hal baru tentang pesantren. Saya hanya ingin menyampaikan tentang sedikit hal, bagaimana hasil bacaan saya selama ini terhadap pendidikan pesantren. Sudah barang tentu, hasil bacaan itu tidak akan jelas dan apalagi memadai, karena saya lakukan dari jauh. Saya yakin pengetahuan para Kyai tentang pesantren jauh lebih sempurna dari sekedar apa yang saya ketahui selama ini. Namun begitu saya tetap berharap, sekalipun dalam kadar yang amat kecil, bacaan saya ada gunanya. Paling tidak, untuk menyegarkan kembali ingatan tentang keberadaan pendidikan pesantren dan bagaimana kira-kira ke depannya agar tetap kuat atau kokoh di tengah-tengah perubahan masyarakat yang semakin cepat ini. 

Kyai dan Pendidikan Pondok Pesantren 
Siapapun pada setiap menyebut Kyai, maka yang tergambar adalah pendidikan pondok pesantren. Hal itu sesungguhnya juga tidak salah, karena biasanya pendidikan yang didirikan dan dikelola oleh para Kyai adalah jenis pendidikan pesantren. Namun, sejak beberapa tahun terakhir, terdapat fenomena baru. Pendidikan pesantren sudah semakin disempurnakan dengan pendidikan formal, seperti madrasah dan bahkan juga sekolah umum. Lebih dari itu, tidak sedikit pesantren membuka jenjang pendidikan tinggi, baik pendidikan tinggi agama maupun pendidikan tinggi umum. 
Ada hal yang cukup menarik dari pendidikan pesantren, bahwa para kyai dalam mengembangkan lembaga pendidikan, ternyata tidak pernah menghilangkan bentuk aslinya, yakni model pesantren. Sekalipun kyai telah membuka sekolah formal, seperti madrasah, sekolah umum dan bahkan perguruan tinggi umum -----dengan membuka fakultas ekonomi, psikologi, teknik dan lain-lain, system pesantrennya masih dipelihara. Tidak pernah ditemukan, fenomena kyai mengubah pesantrennya menjadi madrasah atau sekolah umum. Madrasah dan atau sekolah umum didirikan di pesantren, dimaksudkan untuk menyempurnakan lembaga pendidikan yang telah ada sebelumnya. Para kyai dalam mengembangkan lembaga pendidikan, bukan mengubah dan apalagi mengganti, melainkan menyempurnakan. Sistem pesantren disempurnakan dengan sekolah umum. 
Mendiskripsikan lembaga pendidikan yang dikelola oleh Kyai, ternyata tidak mudah, karena variasinya terlalu banyak. Pesantren, sangat variatif, baik terkait dengan system yang digunakan, kitab yang dijadikan pegangan, orientasi keilmuan, dan tidak terkecuali pandangan masing-masing kyai yang otonom. Masing-masing Kyai sebagai pengasuh pesantren memiliki cara sendiri-sendiri dalam mengembangkan lembaga pendidikan. Mereka tidak memiliki pola dan apalagi standart sebagaimana kebijakan pengembangan pendidikan nasional, kecuali lembaga pendidikan formalnya. 
Bagi orang yang tidak paham tentang pesantren, seringkali menganggap bahwa lembaga pendidikan pesantren dianggap masih statis, sederhana, dan tidak selalu mau mengikuti perkembangan zaman. Anggapan seperti itu sesungguhnya tidak menggambarkan apa yang ada. Seperti disebut di depan, lembaga pendidikan yang dikelola oleh Kyai sangat variatif di antara satu dengan lainnya. Ada lembaga pendidikan pesantren yang keadaannya statis, tidak berkembang dari tahun ke tahun. Tetapi sebaliknya, terdapat pesantren yang sangat dinamis dan tampak modern. 
Sebagai contoh, kita lihat misalnya pendidikan pesantren Tebu Ireng Jombang, apalagi setelah dipimpin oleh KH Sholehudin Wahid mengalami kemajuan yang luar biasa. Contoh lain pendidikan di pesantren al Amin Prenduan, Pondok Pesantren Gontor Ponorogo. Fasilitas pendidikan beberapa pesantren tersebut cukup bagus. Penampilan para ustadz dan santrinya tampak modern. Mereka sehari-hari masuk kelas dengan mengenakan pakaian seragam, berdasi, lengkap dengan kopyah dan sepatunya. Para santri walaupun baru pada tingkat sekolah menengah, dalam pergaulan sehari-hari, baik di kelas maupun di luar kelas mereka menggunakan Bahasa Arab dan juga Bahasa Inggris. 
Kemajuan beberapa pesantren tersebut bisa dibandingkan dengan sekolah umum, dan bahkan juga mahasiswa di perguruan tinggi sekalipun. Dengan demikian, pendidikan di pesantren, ------sekalipun tidak semuanya, misalnya di pesantren al Amin Prenduan, Tebu Ireng Jombang dan juga Pesantren Gontor Ponorogo, dan juga di beberapa pesantren lainnya, justru lebih unggul dari sekolah umum biasa yang setaraf. Hanya selama ini, pesantren yang berkualitas itu belum dikenal secara luas. 
Selain itu, dari sementara kalangan Kyai tidak jarang lahir pikiran-pikiran cerdas tentang pendidikan. Kadang pikiran itu cukup modern dan sangat relevan dengan tuntutan masyarakatnya. Banyak kitab-kitab yang ditulis oleh kyai, dan bahkan juga dijadikan bahan kajian di beberapa Negara Islam. Juga kadangkala, sekalipun menyampaikannya secara samar dengan bahasa simbolik, Kyai melontarkan kritik terhadap pendidikan modern yang dikembangkan oleh pemerintah sekalipun. Kyai mengkritik pendidikan formal, yang hanya mengedepankan aspek kognitif, dan melupakan aspek psikomotor, dan afektif. Sehingga dengan kelemahan itu, maka lulusan pendidikan modern hanya pintar membaca buku teks dan berwacana, tetapi dalam praktek sangat lemah.
Sindiran para Kyai terhadap sekolah umum, dikatakan misalnya banyak lulusan fakultas ekonomi tidak bisa mengembangkan ekonominya sendiri, lulusan fakultas peternakan, tidak mampu mengembangkan peternakan, lulusan sekolah pertanian masih gagal membangun kepercayaan diri bahwa dengan mengembangkan pertanian bisa survive dalam hidup dan seterusnya. Apalagi, lulusan sekolah menengah atas, sekalipun sudah lulus Ujian Nasional, ternyata hanya mampu menjadi pekerja kasar, tidak terkecuali, ada yang hanya sebagai TKI atau TKW di luar negeri. 
Saya juga pernah mendapatkan pandangan Kyai yang saya anggap sangat menarik, apalagi jika dilihat dari perspektif kebutuhan masyarakat saat ini dan juga tuntutan masa depan. Pernah saya menanyakan kebijakan kyai membuka sekolah umum, yakni SMP dan SMU dan bukan madrasah di pesantren. Secara spontan Kyai menjelaskan, bahwa dengan kebijakan itu, ia bermaksud agar para alumni pesantren berpeluang mengisi jabatan-jabatan penting di tingkat desa. Kyai berargumen bahwa keberadaan pesantren terkait dengan tujuan berdakwah. Ia berpandangan bahwa jabatan kepala desa dianggap sangat efektif untuk sarana dakwah. Kyai tersebut membayangkan, jika kepala desa adalah alumni pesantren, maka pejabat pemerintah berscala kecil itu akan memimpin desanya dengan pendekatan agama. 
Sebagai alumni pesantren, kepala desa tidak saja mampu menjalankan pemerintahan dari kantor desa, tetapi sekaligus juga mampu memimpin masyarakat melalui masjid. Kyai tidak memilih bentuk pendidikan madrasah -----MI, M.Ts, MA, agar mata pelajaran yang diberikan tidak tumpang tindih dengan mata pelajaran pesantren. Tatkala berbicara tentang peran-peran kepala desa, Kyai membayangkan kehidupan Rasulullah dalam membangun umat. Rasulullah, menurut Kyai, selain sebagai pemimpin spiritual juga sekaligus melakukan peran-peran kepemimpinan kehidupan secara menyeluruh, baik dari aspek kehidupan ekonomi, politik, hukum pendidikan dan kemasyarakatan lainnya. 
Dengan kebijakannya itu, yakni Kyai membuka sekolah umum di pesantren, berharap para santri berhasil mendalami ilmu yang bersumber dari al Qur’an dan Hadits serta kitab-kitab lainnya, tetapi sekaligus dengan pendidikan dan ijazah SMP dan SMU yang juga diperoleh dari pesantren, para alumninya memenuhi syarat untuk mencalonkan diri sebagai pejabat pemerintah di tingkat desa. Kyai melihat jabatan kepala desa sebagai wilayah kekuasaan yang sangat strategis untuk membina umat dan masyarakat secara langsung. Kyai berpandangan bahwa pengaruh Camat, Bupati, Gubernur dan bahkan setingkat Menteri pun bisa dikalahkan oleh pengaruh Kepala Desa. Pejabat tingkat kecamatan hingga pemerintah pusat tidak mudah masuk ke relung-relung kehidupan masyarakat, kecuali melalui kepala desa. Oleh sebab itu, terkait dengan kepentingan dahwah, posisi perangkat desa, menurut Kyai jauh lebih strategis, dan untungnya dengan jabatan itu --------karena dianggap tidak terlalu menguntungkan secara ekonomis, tidak terlalu banyak diperebutkan orang, sehingga tidak terlalu sulit para alumni pesantren memasuki wilayah ini, jika mereka memiliki ijazah sekolah umum. 
Saya juga pernah mendapatkan pandangan Kyai yang strategis lainnya. Kyai di pesantrennya, selain memberikan pelajaran Bahasa Arab, juga pelajaran Bahasa Inggris dan Bahasa Mandarin. Kebijakan tersebut diambil atas dasar pertimbangan bahwa, dunia ini semakin mengglobal, karena itu para santri harus dibekali dengan bahasa global pula, yaitu bahasa Inggris dan Bahasa Mandarin. Kyai juga melihat pengaruh ekonomi Cina ke depan yang tampak semakin luas dan tidak akan mungkin bisa dibendung. Oleh sebab itu, menurut pandangan kyai, gejala globlalisasi tidak boleh dilawan dan apalagi dihindari. Tantangan itu harus direspon secara tepat. Para santri dibekali kemampuan berkomunikasi dengan bahasa asing itu. Jika tidak demikian, maka dikhawatirkan lulusan pesantren hanya akan tepat dijadikan sebagai petugas security atau satpam. Islam menurut pandangan sementara Kyai adalah konsep kehidupan yang selalu relevan dengan tuntutan zamannya. 
Hanya saja pada kenyataannya, kondisi pesantren sangat tergantung pada kekuatan financial kyai yang bersangkutan. Jika kebetulan kyai memiliki sumber-sumber ekonomi yang cukup, maka lembaga pendidikannya tampak maju dan modern. Di Malang Selatan misalnya, terdapat pesantren yang dikelola oleh KH Zamahsari, bangunan dan fasilitas pendidikan lainnya tampak modern. Seluruh santri ditampung menginap di pesantrennya. Para santri melalui lembaga pendidikan umum -----SMP dan SMU, yang ada di lokasi pesantren, diajari Bahasa Arab, Bahasa Inggris, dan juga Bahasa Mandarin. Program pendidikan seperti itu itu berhasil dijalankan, karena pesantren tersebut, melalui kemampuan Kyai sebagai pengasuhnya, mampu dan berhasil menggali sumber-sumber pendanaan yang dibutuhkan. 
Tetapi sebaliknya, terdapat banyak pesantren yang berjalan seadanya, karena keterbatasan dana. Saya melihat pada tataran konseptual, sesungguhnya Kyai memiliki wawasan pendidikan, yang kadang jauh lebih sempurna, bilamana dibandingkan dengan konsep-konsep yang dikembangkan di sekolah umum dan bahkan oleh perguruan tinggi sekalipun. Tanpa secara formal Kyai mempelajarai ilmu psikologi, sosiologi, antropologi pendidikan dan lain-lain, tampak dalam tataran kehidupan sehari-hari mereka memahami ilmu itu. Setidaknya para Kyai memiliki wawasan tentang disiplin ilmu social itu. Atas dasar wawasan itu, pesantren yang dikelola oleh Kyai tidak pernah mengedepankan aspek formalitas pendidikan. Kyai tidak membuka pendidikan yang hanya untuk mengeluarkan selembar ijazah, sebagaimana dijalankan oleh perguruan tinggi, dengan perkuliahan hari Sabtu dan Minggu, yang dijalankan beberapa waktu, kemudian dikeluarkanlah ijazahnya. Jika ada pesantren yang melakukan seperti itu, mereka sesungguhnya karena berhasil terpropokasi oleh pengelola perguruan tinggi umum, sehingga menjadi ikut-ikutan seperti itu. Dan kalaupun tokh demikian, biasanya masih terbatas untuk penyelenggaraan pendidikan yang bersifat pengembangan, yakni program pendidikan formalnya. 

Menatap Masa Depan 
Jika membandingkan pesantren dengan sekolah umum pada saat sekarang ini, maka, lembaga pendidikan yang dikelola para kyai ini justru memiliki berbagai kelebihan yang justru terkait dengan esensi pendidikan itu sendiri. Kelebihan pendidikan pesantren, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut. (1) Pesantren memiliki kemandirian dan otonomi secara penuh, (2) Memiliki semangat juang dan berkorban yang tinggi dari semua yang terlibat di dalamnya. Komersialisasi pendidikan yang berujung terjadi runtuhnya nilai-nilai pendidikan tidak terjadi di lingkungan pesantren. Pesantren dibangun dan dikelola atas dasar keikhlasan dan diniatkan sebagai ibadah, (3) Pendidikan pesantren dijalankan secara lebih komprehensif atau utuh, meliputi pendidikan akhlak, spiritual, ilmu pengetahuan, dan juga ketrampilan; (4) Pendidikan di pesantren dijalankan tidak saja sebatas mentrasfer ilmu pengetahuan, apalagi hanya sebatas informasi, lebih dari itu adalah menstranfer kepribadian. Para Kyai secara langsung memberikan tauladan dan juga membiasakan hal-hal yang baik, sehingga ditiru oleh para santrinya; (5) Pendidikan pesantren tidak mengejar simbul-simbul, seperti sertifikat atau ijazah, melainkan untuk membangun watak atau akhlak yang mulia, (6) dan lain-lain. Di balik kelebihan-kelebihannya itu, pesantren di sana sini masih memiliki pekerjaan rumah yang tidak ringan untuk diselesaikan. Beberapa pekerjaan rumah itu misalnya, bahwa masyarakat semakin menghendaki agar bisa bekerja secara efektif dan efisien. Keinginan itu memerlukan cara baru untuk memenuhinya. Dulu misalnya orang sabar belajar Bahasa Arab berlama-lama di pesantren. Berbeda dengan itu, pada saat ini ditemukan metode belajar lebih singkat tetapi hasilnya lebih baik. Juga menghafal al Qurán, dulu memerlukan waktu lama. Akhir-akhir ini mulai ditemukan metode menghafal al Qurán dengan waktu yang lebih pendek. 
Tantangan lainnya di zaman yang semakin mengglobal ini, komunikasi semakin tidak terbatas. Informasi bisa tersebar dan dapat diperoleh secara cepat. Pengaruhnya hal itu luar biasa terhadap semua kehidupan, termasuk terhadap kehidupan pesantren. Atas dasar komunikasi dan informasi orang akan memilih apa saja yang memberikan layanan lebih cepat, lebih berkualitas, dan lebih menguntungkan. Selain itu, ternyata sementara alumni pesantren, -------menenuhi kebutuhan hidup, tidak terlalu memiliki pilihan lapangan kerja. Saya pernah mendapatkan beberapa keluhan, adanya alumni pesantren mendapatkan pekerjaan sebagai pekerja rumah tangga di keluarga non muslim (Cina). Mau tidak mau sehari-hari, mereka harus menyesuaikan diri dengan kehidupan majikannya. Ustadz tadi mengeluh, karena merasa bahwa apa yang diberikan di pesantren ternyata tidak terlalu berbekas, hanya tersandung oleh pekerjaan yang didapatkan oleh santrinya itu. Hal seperti ini, kiranya memerlukan antisipasi yang tepat. 
Selain itu, problem pendidikan pesantren, tatkala harus menyesuaikan dengan tuntutan modern adalah terkait dengan pendanaan. Pesantren selalu dikelola secara mandiri, dan bahkan pendanaannya bersumber dari sumbangan masyarakat, yang besarnya tidak menentu dan bahkan kadang juga berasal dari pribadi Kyainya. Beban itu, kadangkala dirasakan semakin berat, tatkala Kyai harus menampung para santri ekonomi lemah dan bahkan juga anak yatim. Kepada santri seperti itu, Kyai bukan saja tidak mendapatkan bantuan biaya pendidikan dari santri, bahkan sebaliknya. Pesantren harus memenuhi kebutuhan hidup santri yang demikian banyak sehari-hari. Saya pernah melihat misalnya, Pesantren An Nur Bululawang, Malang. Pesantren ini menampung anak-anak orang miskin dan anak yatim. Semua santri itu, oleh Kyai digratiskan dan bahkan juga dipenuhi kebutuhan hidup mereka, ------ makan sehari-hari dan juga pakaiannya. 
Akhir-akhir ini pendidikan pesantren semakin diminati. Banyak orang menyebut pendidikan pesantren memiliki kelebihan tertentu. Pendekatan pendidikan yang tidak mengedepankan peraturan, dan sebaliknya lebih memberi warna culturalnya, -----dalam hal-hal tertentu, justru menunjukkan hasilnya yang lebih baik. Kelebihan pendidikan pesantren terutama dalam pengembangan kharakter, perilaku, atau akhlaknya. Sedangkan aspek yang selama ini masih dianggap kurang, hanyalah terkait dengan pendidikan sains dan teknologi. Jika kelemahan itu bisa dilengkapi, insya Allah pesantren berhasil menampakkan diri sebagai lembaga pendidikan yang lebih sempurna. 
Atas dasar kelebihan pendidikan pesantren seperti itu, semestinya pemerintah segera memberikan apresiasi yang cukup. Perhatian pada pesantren tidak hanya pada momen tertentu, semisal tatkala menghadapi pemilu, tetapi juga setiap saat pesantren membutuhkannya. Kyai sesungguhnya tidak berharap banyak bantuan dari manapun, karena bagi Kyai, menyelenggarakan pendidikan dipandang sebagai ibadah, dalam rangka memenuhi tuntutan agamanya. Sekalipun tidak disiapkan dana oleh pemerintah, Kyai tetap menyelenggarakan pendidikan dengan penuh kesabaran, ikhlas, amanah, dan istiqomah. Hal penting yang diharapkan oleh sementara pesantren, adalah pengakuan dan tidak dipertsulit tatkala mau mengembangkan diri. Pesantren ingin mempertahankan kemandiriannya dan tidak berharap bantuan dan balasan dari siapapun, kecuali hanya ingin mendapatkan ridho dari Allah swt. Wallahu a‘lam.

*) Tulisan ini dipersiapkan untuk bahan ceramah pada pertemuan para Kyai di Pondok Pesantren Tremas, Pacitan.
 * Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang
Sumber: 
  1. http://www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1184:kemandirian-pondok-pesantren-dan-tantangannya-di-masa-depan&catid=25:artikel-rektor&Itemid=168; JUMAT, 16 OKTOBER 2009 16:43



Diposting oleh Dadan Rusmana di 20.37
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Label: Pesantren

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)

PROFIL

  • Dadan Rusmana
  • Unknown

Terjemahkan Blog Ini

Raga Berjarak, Hati Tetap Bersatu. Selamat Berbagi dan bersaudara Fillah
DAFTAR ISI

PENDIDIKAN ISLAM

  • Kebijakan Tentang Pendidikan (4)
  • Kurikulum Pendidikan Islam (2)
  • Manajemen Pendidikan Islam (3)
  • Pendidikan Islam (18)
  • Pendidikan Islam dan Radikalisme (1)
  • Pendidikan Islam di Amerika dan Eropa (6)
  • Pendidikan Karakter (1)
  • Standar Nasional Pendidikan (2)
  • Tokoh Pendidikan Islam Indonesia (3)

PESANTREN

  • Kebijakan Tentang Pesantren (2)
  • Pesantren (27)
  • Pesantren dan Radikalisme (6)
  • Titian Muhibah Dunia Pesantren (3)
  • kurikulum Pesantren (6)

MADRASAH

  • Kebijakan Tentang Madrasah (7)
  • Madrasah (17)
  • Madrasah Aliyah (3)
  • Madrasah Bertaraf Internasional (1)
  • Madrasah Ibtidaiyah (1)
  • Madrasah Tsanawiyah (1)
  • Madrasah di Asia Selatan (1)

SEKOLAH

  • Sekolah (5)

Tema Lainnya

  • Indeks Pembangunan Indonesia (2)
  • Kelamahan Pendidikan di Indonesia (1)
  • Niat mencari ilmu (1)
  • Perguruan Tinggi (5)
  • Profesionalisme Guru (1)
  • UN (1)

Entri Populer

  • Sorogan dan Bandungan: Sistem Klasik Pendidikan di Pesantren
  • Beberapa Kelemahan Dunia Pendidikan di Indonesia
  • Pendidikan Islam di Eropa: Jerman
  • MADRASAH DI INDONESIA: SEKOLAH TERBAIK
  • Beberapa Cara Salah Mendidik Anak
  • Indeks Pembangunan Manusia Indonesia: Masih Tetap di Jajaran Bawah

ARSIP TULISAN

  • ►  2014 (8)
    • ►  Februari (3)
      • ►  Feb 13 (1)
      • ►  Feb 11 (2)
    • ►  Januari (5)
      • ►  Jan 18 (5)
  • ►  2013 (6)
    • ►  November (3)
      • ►  Nov 27 (1)
      • ►  Nov 19 (1)
      • ►  Nov 13 (1)
    • ►  Oktober (1)
      • ►  Okt 26 (1)
    • ►  Agustus (2)
      • ►  Agu 27 (1)
      • ►  Agu 22 (1)
  • ►  2012 (7)
    • ►  Juni (1)
      • ►  Jun 06 (1)
    • ►  Mei (1)
      • ►  Mei 30 (1)
    • ►  Februari (1)
      • ►  Feb 01 (1)
    • ►  Januari (4)
      • ►  Jan 22 (4)
  • ►  2011 (55)
    • ►  Desember (7)
      • ►  Des 20 (2)
      • ►  Des 14 (1)
      • ►  Des 13 (1)
      • ►  Des 07 (2)
      • ►  Des 02 (1)
    • ►  November (16)
      • ►  Nov 30 (1)
      • ►  Nov 28 (3)
      • ►  Nov 26 (3)
      • ►  Nov 25 (1)
      • ►  Nov 22 (3)
      • ►  Nov 20 (2)
      • ►  Nov 19 (1)
      • ►  Nov 10 (1)
      • ►  Nov 08 (1)
    • ►  Oktober (10)
      • ►  Okt 30 (1)
      • ►  Okt 28 (2)
      • ►  Okt 27 (2)
      • ►  Okt 23 (3)
      • ►  Okt 15 (1)
      • ►  Okt 01 (1)
    • ►  September (1)
      • ►  Sep 29 (1)
    • ►  Agustus (1)
      • ►  Agu 03 (1)
    • ►  Juli (4)
      • ►  Jul 31 (1)
      • ►  Jul 18 (1)
      • ►  Jul 14 (1)
      • ►  Jul 07 (1)
    • ►  Juni (4)
      • ►  Jun 17 (1)
      • ►  Jun 16 (1)
      • ►  Jun 08 (1)
      • ►  Jun 02 (1)
    • ►  Mei (4)
      • ►  Mei 23 (1)
      • ►  Mei 21 (1)
      • ►  Mei 20 (1)
      • ►  Mei 16 (1)
    • ►  April (3)
      • ►  Apr 25 (1)
      • ►  Apr 23 (1)
      • ►  Apr 22 (1)
    • ►  Maret (1)
      • ►  Mar 01 (1)
    • ►  Februari (2)
      • ►  Feb 07 (1)
      • ►  Feb 04 (1)
    • ►  Januari (2)
      • ►  Jan 23 (1)
      • ►  Jan 13 (1)
  • ▼  2010 (16)
    • ►  Desember (3)
      • ►  Des 30 (1)
      • ►  Des 29 (1)
      • ►  Des 15 (1)
    • ►  November (4)
      • ►  Nov 21 (1)
      • ►  Nov 16 (1)
      • ►  Nov 08 (1)
      • ►  Nov 05 (1)
    • ▼  Oktober (7)
      • ►  Okt 30 (1)
      • ▼  Okt 29 (1)
        • KEMANDIRIAN PONDOK PESANTREN DAN TANTANGANNYA DI M...
      • ►  Okt 28 (1)
      • ►  Okt 24 (1)
      • ►  Okt 22 (1)
      • ►  Okt 14 (2)
    • ►  September (2)
      • ►  Sep 30 (1)
      • ►  Sep 29 (1)

Total Tayangan Halaman

Cari Blog Ini

Daftar Blog

  • Critical Muslims
    Syrian Muslim intellectual and critic Muhammad Shahrur (Shahrour) (1938-2019)
  • EKSOTISME DUNIA ISLAM
    Islam Jadi Agama Terbesar Kedua di 20 Negara Bagian AS
  • SASTRA MUSLIM
    HARI YANG DIJANJIKAN: NAJIB KAILANI
  • STUDI AL-QUR'AN
    Keseimbangan Angka-angka Dalam Al Qur’an
  • SEMIOTIKA

Tulisan dan Karya Terbaru tentang Pesantren dan Madrasah

  • Manajemen Pesantren_ A. Halim dkk (Ed)
  • Masa Depan Pesantren_Dr. In'am Sulaiman, M.Pd

INFO LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

  • INFO PESANTREN DI INDONESIA

Meniti Harapan

Meniti Harapan
dadanrusmana2011. Diberdayakan oleh Blogger.