Ditulis oleh AM Fatwa (Wakil Ketua MPR RI)
Secara historis, pesantren merupakan
lembaga pendidikan yang multifungsi. Ia menjadi benteng pertahanan sekaligus
pusat penyiaran (dakwah) Islam. Tidak ada data yang pasti tentang awal
kehadiran pesantren di Nusantara (Ensiklopedi Islam, 2005). Baru setelah abad
ke-16 diketahui bahwa terdapat ratusan pesantren yang mengajarkan kitab kuning
dalam berbagai bidang ilmu agama seperti fikih, tasawuf, dan akidah.
Dalam perkembangannya, pesantren
mencatat kemajuan dengan dibukanya pesantren putri dan dilaksanakannya sistem
pendidikan madrasah yang mengajarkan pelajaran umum, seperti sejarah,
matematika, dan ilmu bumi. Eksistensi pesantren menjadi istimewa karena ia
menjadi pendidikan alternatif (penyeimbang) dari pendidikan yang dikembangkan
oleh kaum kolonial (Barat) yang hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang.
Pesantren menjadi tempat berlabuh umat Islam yang tersingkir secara budaya
(pendidikan) akibat perlakuan diskriminatif penjajah.
Kini perkembangan pesantren dengan
sistem pendidikannya mampu menyejajarkan diri dengan pendidikan pada umumnya.
Bahkan di pesantren dibuka sekolah umum (selain madrasah) sebagaimana layaknya
pendidikan umum lainnya. Kedua model pendidikan (sekolah dan madrasah)
sama-sama berkembang di pesantren.
Kenyataan ini menjadi aset yang luar
biasa baik bagi perkembangan pendidikan pesantren maupun pendidikan nasional
pada masa yang akan datang. Dari sana diharapkan tumbuh kaum intelektual yang
berwawasan luas dengan landasan spiritual yang kuat.
Pesantren dan Negara
Eksistensi pesantren tidak bisa
dilepaskan dari peran negara. Ranah kultural yang digeluti pesantren selama ini
menjadi landasan yang sangat berarti bagi eksistensi negara. Perjuangan
pesantren baik secara fisik maupun secara kultural tidak bisa dihapus dari
catatan sejarah negeri ini. Dan kini generasi santri tersebut mulai memasuki
jabatan-jabatan publik (pemerintah) yang dulunya hanya sebatas mimpi.
Landasan kultural yang ditanamkan kuat
di pesantren diharapkan menjadi guidence dalam implementasi
berbagai tugas baik pada ranah sosial, ekonomi, hukum, maupun politik baik di
lembaga pemerintahan maupun swasta yang konsisten, transparan, dan akuntabel.
Ini penting karena pesantren merupakan kawah candradimuka bagi munculnya agent
of social change. Dan negara sangat berkepentingan atas tumbuhnya generasi
yang mumpuni dan berkualitas. Oleh sebab itu, kepedulian dan perhatian negara
bagi perkembangan pesantren sangat diperlukan.
Kalau selama ini pesantren telah
menyumbangkan seluruh dayanya untuk kepentingan warga negara (negara), maka
harus ada simbiosis mutualistis antara keduanya. Sudah waktunya negara
(pemerintah) memberikan perhatian serius atas kelangsungan pesantren. Kalau
selama ini pesantren bisa eksis dengan swadaya, maka eksistensi tersebut akan
lebih maksimal apabila didukung oleh negara. Apalagi tantangan ke depan tentu
lebih berat karena dinamika sosial juga semakin kompleks. Oleh sebab itu,
diperlukan revitalisasi relasi antara pesantren dan pemerintah yang selama ini
berjalan apa adanya.
Selama ini sistem pendidikan nasional
belum sepenuhnya ditangani secara maksimal. Beberapa departemen melaksanakan
pendidikannya sendiri (kedinasan) sesuai dengan arah dan orientasi departemen
masing-masing. Sejatinya pendidikan di sebuah negara berada dalam sebuah sistem
terpadu sehingga menghasilkan output yang maksimal bagi
kepentingan nasional, bukan hanya kepentingan sektoral.
Inilah salah satu problem yang dihadapi
sistem pendidikan nasional saat ini. Terpencarnya penyelenggaraan pendidikan
menyebabkan banyak masalah. Salah satunya adalah alokasi anggaran yang tidak
maksimal. Selama ini pemerintah memandang pendidikan sebagai bagian Departemen
Pendidikan Nasional (Depdiknas). Oleh sebab itu, seluruh anggaran pendidikan
dialokasikan untuk Depdiknas. Konsekuensinya pendidikan di bawah departemen
lain mendapatkan alokasi dana seadanya.
Kenyataan tersebut tentu merupakan
konsekuensi dari paradigma struktural yang melihat pendidikan hanya merupakan
tanggung jawab Depdiknas. Kita bisa menyaksikan kesenjangan dana yang diterima
madrasah (Depag) dengan sekolah umum atau antara perguruan tinggi Islam seperti
IAIN/UIN yang dibawah kendali Depag dengan perguruan tinggi umum yang langsung
ditangani Depdiknas.
Menambah alokasi dana pendidikan pada
Depag akan berkonsekuensi pada membengkaknya anggaran pendidikan nasional yang
sampai saat ini negara belum mampu memenuhinya sesuai ketentuan konstitusi,
yaitu 20 persen dari APBN. Di samping itu, secara struktural kerja pendidikan
yang dilakukan beberapa departemen tidak efektif dan merupakan pemborosan
anggaran negara. Oleh sebab itu, pengelolaan pendidikan di bawah satu atap
(Depdiknas) akan lebih efektif dan efisien dibandingkan diserahkan pada
beberapa departemen.
Begitupun pesantren dan madrasah yang
selama ini eksistensinya lebih bersifat swadaya akan lebih maksimal apabila
dikelola dengan pendanaan dan pembinaan yang lebih memadai. Apalagi saat ini
pesantren mulai menyesuaikan diri dengan pendidikan umum dan standar pendidikan
nasional, termasuk mendirikan sekolah umum. Berangkat dari realitas tersebut,
dengan kesiapan dan penyesuaian yang dilakukan pesantren serta efektivitas dan
efisiensi penyelenggaraan pendidikan, maka sudah waktunya pengelolaan
pendidikan pesantren dimasukkan di bawah Depdiknas.
Pesantren masa depan
Eksistensi pesantren di tengah
pergulatan modernitas saat ini tetap signifikan. Pesantren yang secara historis
mampu memerankan dirinya sebagai benteng pertahanan dari penjajahan, kini
seharusnya dapat memerankan diri sebagai benteng pertahanan dari imperialisme
budaya yang begitu kuat menghegemoni kehidupan masyarakat, khususnya di
perkotaan. Pesantren tetap menjadi pelabuhan bagi generasi muda agar tidak
terseret dalam arus modernisme yang menjebaknya dalam kehampaan spiritual.
Keberadaan pesantren sampai saat ini
membuktikan keberhasilannya menjawab tantangan zaman. Namun akselerasi
modernitas yang begitu cepat menuntut pesantren untuk tanggap secara cepat
pula, sehingga eksistensinya tetap relevan dan signifikan. Masa depan pesantren
ditentukan oleh sejauhmana pesantren menformulasikan dirinya menjadi pesantren
yang mampu menjawab tuntutan masa depan tanpa kehilangan jati dirinya.
Langkah ke arah tersebut tampaknya
telah dilakukan pesantren melalui sikap akomodatifnya terhadap perkembangan
teknologi modern dengan tetap menjadikan kajian agama sebagai rujukan
segalanya. Kemampuan adaptatif pesantren atas perkembangan zaman justru
memperkuat eksistensinya sekaligus menunjukkan keunggulannya. Keunggulan
tersebut terletak pada kemampuan pesantren menggabungkan kecerdasan
intelektual, emosional dan spiritual. Dari pesantren sejatinya lahir manusia
paripurna yang membawa masyarakat (negara) ini mampu menapaki modernitas tanpa
kehilangan akar spiritualitasnya. Inilah pesantren masa depan.
Sumber:
- Republika, Sabtu, 26 Mei 2007
- http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&task=view&id=1160
Tidak ada komentar:
Posting Komentar