Menurut Kepala Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama H. Abdul Jamil, jumlah santri pondok pesantren di 33 provinsi
di seluruh Indonesia, pada tahun 2011, mencapai 3,65 juta yang tersebar di
25.000 pondok pesantren. Menurutnya, "Jumlah tersebut terus bertambahnya
setiap tahunnya. Ini merupakan sebuah kemajuan yang patut dibanggakan,"
katanya seusai pembukaan Musabaqah Fahmi Kubtubit Turats (Mufakat) di Pondok
Pesantren (Ponpes) Nahdlatul Wathan Poncor, Lombok Timur, Selasa (19/7/2011). Jumlah ini merupakan potensi yang banyak dan dapat menghasilkan output dan outcomes yang memiliki standar kompetensi lulusan yang tinggi jika dikelola dengan sistem yang baik. Persoalannya kemudian apakah, santri yang berjumlah 3,65 juta tersebut telah berada pada tempat (pesantren) yang tepat?
Terkait dengan hal tersebut, Abdul Jamil berpendapat bahwa mutu pendidikan di
lingkungan ponpes juga cukup baik. Sebagian ponpes masih menerapkan pendidikan
tradisional, namun banyak juga sudah modern, sehingga tidak kalah bersaing
dengan pendidikan yang ada di sekolah. Menurut dia, pendidikan di lingkungan
ponpes sebagai salah satu ujung tombak dari terselenggaranya pendidikan agama
Islam yang baik dan benar sesuai dengan tuntutan agama Islam yang tertuang
dalam kitab suci Alquran dan Hadist NabiSAW. "Ponpes telah melahirkan
tokoh-tokoh Islam yang sukses, sehingga menjadi teladan bagi kita semua, para
alumni ponpes tersebut kita harapkan terus mengembangkan Ponpes di Indonesia.
Dalam peraturan perundang-undangan telah dijelaskan bahwa pendidikan di ponpes
telah diakui," ujar Abdul Jamil.
Pandangan Abdul Jamil di atas tidak lah salah, namun juga tidak benar keseluruhannya. Pesantren-pesantren modern telah tumbuh berkembang, tetapi jumlahnya tidaklah sebanyak pesantren tradisional. Manajemen dan tata kelola sistem pendidikan yang baik telah banyak diterapkan di pesantren-pesantren modern, sehingga menghasilkan tata kelola yang baik, dari mulai perencanaan, proses implementasi, pengawasan, hingga evaluasi. Hasilnya, sebagaimana dapat disaksikan, telah mendorong lembaga pesantren "modern" dapat berkompetisi dengan lembaga-lembaga pendidikan modern lainnya. Namun, pada sisi lain pesantren tradisional, yang jumlahnya 2/3 jumlah pesantren modern, belum menerapkan sistem manajemen pesantren yang "baik". Karenanya, santri-santri dengan jumlah di atas, dapat diasumsikan belum berada pada tempat yang dapat mengantarkannya menggapai "potensi" dan "kompetensi" yang diharapkan. Di sinilah, pemerintah, pesantren "modern", PTAI, LSM, dan lainnya dapat berperan untukmelakukan advolasi dalam upaya meningkatkan mutu manajemen (tata kelola) pesantren ke arah yang lebih baik.
Pandangan Abdul Jamil di atas tidak lah salah, namun juga tidak benar keseluruhannya. Pesantren-pesantren modern telah tumbuh berkembang, tetapi jumlahnya tidaklah sebanyak pesantren tradisional. Manajemen dan tata kelola sistem pendidikan yang baik telah banyak diterapkan di pesantren-pesantren modern, sehingga menghasilkan tata kelola yang baik, dari mulai perencanaan, proses implementasi, pengawasan, hingga evaluasi. Hasilnya, sebagaimana dapat disaksikan, telah mendorong lembaga pesantren "modern" dapat berkompetisi dengan lembaga-lembaga pendidikan modern lainnya. Namun, pada sisi lain pesantren tradisional, yang jumlahnya 2/3 jumlah pesantren modern, belum menerapkan sistem manajemen pesantren yang "baik". Karenanya, santri-santri dengan jumlah di atas, dapat diasumsikan belum berada pada tempat yang dapat mengantarkannya menggapai "potensi" dan "kompetensi" yang diharapkan. Di sinilah, pemerintah, pesantren "modern", PTAI, LSM, dan lainnya dapat berperan untukmelakukan advolasi dalam upaya meningkatkan mutu manajemen (tata kelola) pesantren ke arah yang lebih baik.
Abdul Jamil pun mensinyalir tentang masih adanya dikotomi dari political will pemerintah dan persepsi sebagian masyarakat. Karenanya, ia berpandangan bahwa "tidak perlu
dibeda-bedakan antara pendidikan di ponpes dam sekolah umum, karena memiliki
tujuan yang sama yakni bagaimana menciptakan kader pemimpin masa depan bangsa
yang memiliki kepribadian yang luhur." Namun, peristiwa demikian masih terus terjadi di Indonesia. "Sebenarnya kalau dilihat prospek
kedepan pendidikan di ponpes memimiliki peluang besar untuk mengembangkan
pendidikannya dengan membuka berbagai program pendidikan yang diminati banyak
orang. Ponpes tidak hanya bertumpu saja pada pendidikan agama,"
ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar