Kajian ini merupakan hasil observasi lapangan yang diarahkan untuk
menggali pendapat masyarakat khususnya masyarakat yang memahami keberadaan
MAPK. Diharapkan, hasilnya bisa berguna dalam rangka mencari format
penyelenggaraan pendidikan keagamaan Islam (tafaqquh fiddin) ke depan.
Lebih dari itu, kajian ini diharapkan bisa memberi masukan secara spesifik
terkait dengan kebijakan Menteri Agama untukmerekonstruksi MAPK.
Sebagai studi penggalangan pendapat, maka hasil penelitian lebih memberikan
jawaban bagaimana formula terbaik yang lebih implemented, solusif dan
aspiratif. Sehingga bobot teoretik dan kedalaman analisis menjadi
sekunder. Ruang lingkup penelitian mencakup semua unsur atau sub
sistem MAPK sebagai sistem pendidikan mencakup; kelembagaan, kurikulum,
tenaga pendidik dan kependidikan, kesiswaan, sarana prasarana dan pengelolaan.
Bagaimana kondisi dan realitas yang ada, apakah masih memungkinkan untuk
merekonstruksi MAPK, ataukah perlu perbaikan dan penambahan sarana,
tenaga pendidikan dan kependidikan, dan fasilitas lainnya.
Kedua, kajian ini bukan sebatas pada bagaimana merekonstruksi
sebuah sistem pendidikan, melainkan juga bagaimana dasar legal formal yang
dapat memayungi keberadaan sebuah lembaga pendidikan yang tujuannnya menjadikan
ahli agama (tafaqquh fiddin). Sementara madrasah dalam rumusan legal formal
sudah menjadi sekolah umum --yang berciri Islam dengan standar nasional
yang berlaku. Pada sisi lain MAPK sudah menjadi sebuah trademark dan
memasyarakat bukan sekedar pada tingkat lokal dimana MAPK tersebut berada,
tetapi juga secara nasional dan di berbagai perguruan tinggi di Timur Tengah.
Oleh karena itu, disamping melihat ke dalam lembaga MAPK, studi ini juga
menggali aspirasi dan harapan stakeholders mulai dari
pimpinan MAN, guru, alumni, Kementerian Agama di daerah, tokoh agama (ormas
keagamaan) dalam rangka menemukan jawaban bagaimana sebaiknya rekonstruksi MAPK
dilakukan.
Tujuan
Kajian ini bertujuan untuk mengumpulkan data tentang pendapat
masyarakat terkait dengan :
1. Keberadaan lembaga pendidikan MAPK
dilihat dari sisi sarana-prasarana;
2. Keberadaan ketenagaan, kurikulum dan fasilitas
pembelajaran lainnya;
3. royeksi lembaga pendidikan keagamaan ke depan
terkait dengan perubahan peraturan perundang-undangan;
Metode
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penggalian data dan
informasi dilakukan melalui wawancara, focus group discussion,
pengamatan dan studi dokumen. Hasilnya dideskripsikan untuk menjawab pertanyaan
penelitian. Kelemahan studi ini antara lain di beberapa lokasi, sejumlah tokoh,
guru yang membidani MAPK sudah pensiun, ada yang pindah pekerjaan (mutasi),
seperti jadi pengawas di tempat lain, pejabat di Kantor Departemen Agama Daerah
dan seterusnya. Demikian pula terkait dengan dokumen MAPK terutama bagi MAPK
yang benar-benar sudah tidak beroperasi, maupun akibat bencana alam.
Kegunaan
Studi ini diharapkan mampu menangkap aspirasi dan harapan serta
memetakan persoalan-persoalan yang harus dilakukan untuk proses
rekonstruksi MAPK baik melalui Pendidikan Diniyah Program Khusus
atau program unggulan keagamaan yang diinsert ke dalam MAN
reguler. Persoalan-persoalan yang menyertai seperti payung hukum,
penguatan kelembagaan, kejelasan status, pengadaan tenaga pendidik, sarana
asrama, pendanaan bagi kegiatan tutorial, menjadi bagian dari temuan
penelitian.
Temuan
- Berdasarkan keadaan di lapangan, keberadaan MAPK/MAK di wilayah penelitian menunjukkan keragaman. Di satu sisi, mereka sudah tidak beroperasi lagi karena alasan pendanaan dan peraturan perundangan (kebijakan) yang telah membatasi mereka untuk menjalankan proses pendidikan, di sisi lain, mereka masih berjalan seperti biasa walaupun mengambil nama yang berbeda alam rangka penyesuaian.
- Pendirian MAPK dimaksudkan untuk pendalaman substansi agama di madrasah aliyah dalam rangka melahirkan kader-kader ulama. Sebagai bagian dari MA, struktur kurikulum MAPK mengikuti kurikulum MA dengan penambahan beban mata pelajaran agama yang semula 112 menjadi 186 jam pelajaran perminggu, dan 114 jam pelajaran umum perminggu. Adapun beban mata pelajaran program MAK terdiri dari174 jam pelajaran agama dan 96 jam pelajaran umum perminggu. Namun dalam penyelenggaraannya, MAK diselenggarakan secara massif dan tidak selektif dalam penerimaan siswa.
- Pada dasarnya masyarakat masih mengharapkan kehadiran lembaga pendidikan keagamaan berkualitas sejenis MAPK. Harapan yang kuat tersebut terefleksi dalam bentuk sikap kesiapan untuk mendukung berdirinya lembaga pendidikan keagamaan tersebut mulai dari menjadi tutor, memasukkan anaknya, hingga mengusahakan lahan, akan tetapi, lembaga pendidikan keagamaan yang diharapkan ke depan adalah yang tidak bermasalah secara hukum.
- Mengenai bentuk kelembagaan pendidikan keagamaan ke depan, disarankan tetap menggunakan nama MAPK. Mengapa demikian? Nama MAPK sudah dikenal masyarakat sehingga ketika hadir kembali tidak perlu melakukan sosialisasi. Pendapat lain mengatakan bahwa masalah nama, apakah tetap akan menggunakan nama MAPK atau nama lainnya tidak masalah, namun kalau memungkinkan agar lembaga yang akan dibentuk ini merupakan lembaga tersendiri dan perlu segera dicarikan payung hukumnya sehingga tidak mudah dibubarkan seperti halnya MAPK/MAK.
- Pada dasarnya, masyarakat senang bila di wilayahnya berdiri sebuah lembaga pendidikan yang bermutu. Dengan segala kemampuan yang mereka punya, rela memberikan bantuan yang penting bisa mengakses lembaga pendidikan tersebut. Mereka ada yang bersedia menjadi tutor, walaupun nantinya honornya kecil. Bentuk dukungan semacam itu mereka lihat sebagai pengabdian. Dukungan lain, dan yang paling banyak, bersedia memasukkan anaknya ke MAPK bila dihidupkan kembali. Bahkan, ada yang bersedia mengusahakan tanah ke Pemda untuk bangunan gedungnya.
Rekomendasi
- Dalam rangka memperkuat pendidikan agama di madrasah aliyah penelitian ini merekomendasikan hal hal sebagai berikut :
- Memperkuat jurusan/program keagamaan di MA (sesuai Permenag No 2 Tahun 2008) dengan cara mereflikasi model program MAPK melalui penambahan jumlah jam pelajaran agama, siswa terseleksi dan diasramakan, serta ada sistem tutorial. Penambahan jam pelajaran agama dapat diambil dari komponen muatan lokal (dalam Permenag No 2 Tahun 2008) sebagai pengembangan kompetensi dengan ciri khas.
- Untuk kepentingan tersebut perlu dibuat petunjuk operasional (juklak-juknis) yang menyangkut tata cara penyelenggaraan dan persyaratan-persyaratan madrasah aliyah yang akan membuka program keagamaan sehingga tidak terjadi massif dalam pelaksanaannya, serta terjaga kualitasnya.
- Program keagamaan yang termaktub dalam Permenag No 2 Tahun 2008 seyogyanya dirubah menjadi program ilmu-ilmu agama, karena istilah keagamaan menjadi jenis pendidikan tersendiri sedangkan madrasah aliyah termasuk jenis pendidikan umum sebagaimana dalam UU No 20 Tahun 2003
- Menjadikan pendidikan keagamaan sebagai jenis satuan pendidikan, dengan cara : Mendorong pesantren-pesantren mua'dalah untuk menjadi satuan pendidikan keagamaan sesuai dengan PP No 55 Tahun 2007, dengan cara membuat peraturan operasional pendidikan keagamaan baik yang menyangkut persyaratan-persyaratan pendirian dan penyelenggaraannya sehingga program ini tidak terlalu massif yang akhirnya terjaga kualitas penyelenggaraan.
Sumber:
http://balitbangdiklat.kemenag.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=167:studi-kelayakan-diniyah-formal-rekonstruksi-madrasah-aliyah-program-khusus-&catid=61:pendidikan-keagamaan&Itemid=123
Tidak ada komentar:
Posting Komentar