Republika.co.id (11/11/2011) menuliskan bahwa Tujuh santri dari Pesantren Bustanul Ulum, Pamekasan Madura, menyabet medali perunggu Olimpiade Matematika Internasional yang digelar terpisah, di Beijing dan India belum lama ini. Mereka berasal dari tingkat pendidikan madrasah tsanawiyah dan tingkat Aliyah, yakni empat berasal dari madrasah tsanawiyah dan dua dari madrasah Aliyah. Satu medali perunggu juga diperoleh tim matematika Aliyah. Sebelumnya, pada pertengahan bulan September 2011, 8 (delapan) siswa Madrasah Aliyah Insan Cendikia menyabet 8 penghargaan (3 Emas dan 5 Perak) dalam Olympiade Sain tingkat Nasional yang diselenggarakan di Menado Sulawesi Utara (http://www.kemenag.go.id/ index.php?a=detilberita&id=7706). Hal ini menunjukkan bahwa kualitas pembelajaran ilmu-ilmu eksakta, seperti matematika dan sains, di Madrasah (dan Pesantren telah) mengalami perbaikan. Semoga raihan prestasi serupa juga dapat diikuti oleh madrasah (pesantren) lainnya.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama PBNU, Arvin Hakim Thoha, Selasa (11/8/2011), mengatakan prestasi yang diraih santri tersebut membuktikan bahwa pendidikan pesantren saat ini bisa bersaing dengan sekolah umum. Pendidikan pesantren saat ini tidak melulu belajar membaca kitab kuning dan pengetahuan agama dan hanya menelurkan kyai, tetapi juga banyak yang juga terjun ke dunia umum lainnya. “Mereka juga belajar ilmu-ilmu lainnya dan memiliki prestasi yang tidak kalah dengan sekolah umum,” katanya. Hanya saja perlu diberi catatan bahwa jika pesantren memberikan porsi pembelajaran pada Sains dan teknologi, maka fungsi utama pesantren jangan sampai ditinggalkan, yakni a) pusat kajian dan transmisi keilmuan Islam, b) pusat kaderisasi ulama, 3)
Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama, Mohammad Ali, mengapresiasi keberhasilan tersebut. Selain menjanjikan perbaikan fasilitas pendidikan di pesantren, ia juga menjanjikan memberikan tiket khusus kepada santri peraih medali untuk memilih perguruan tinggi kelak, tanpa harus mengikuti tes masuk PTN. Ketua pembina lomba dari Erick Institut, Ahmad Zainal, mengatakan dalam ajang olimpiade tersebut para santri harus bersaing dengan peserta dari banyak Negara, termasuk Amerika serikat, Cina, Korea Selatan dan Malaysia. Latar belakang para santri itu bukanlah dari kaum berada. Seleksi serta pembinaannya pun tidak membutuhkan waktu khusus. Setelah diseleksi dari sekolah masing-masing, mereka lalu dibina setiap minggu sambil diseleksi kembali. Ia mengatakan, siswa yang dinilai memiliki kelebihan diwajibkan memasuki pendidikan khusus atau karantina selama dua bulan sebelum diberangkatkan. “Jadi santri yang ikut bukan dari kalangan masyarakat mampu yang didukung oleh gizi baik serta fasilitas cukup. Mereka dari kalangan masyarakat kebanyakan dengan ekonomi terbatas,” ujarnya.
Sumber:
- http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/kompetisi/11/11/08/lucdgc-tujuh-santri-raih-medali-olimpiade-matematika-internasional
- http://www.kemenag.go.id/index.php?a=detilberita&id=8415
sejak dulu Indonesia selalu memenang Olimpiade Matematika, Fisika dll tingkat dunia.. semoga mereka juga bisa memajukan Indonesia hingga tidak menjadi negara ketiga lagi..
BalasHapusSemoga demikian. Prestasi yang ditorehkan anak-anak negeri (bangsa) Indonesia telah begitu banyak, tak terhitung lagi dengan jari. Ini menunjukkan bahwa peningkatan mutu intelektual sudah cukup berhasil; artinya, sistem pendidikan kita telah mampu menghasilkan orang-orang cerdas. Hanya saja, karena terfokus pada "fabrikasi orang cerdas", pendidikan kita selama ini telah mengabaikan aspek pembentukan "karakter baik", sehingga pendidikan kita sangat sedikit menghasilkan orang-orang "cerdas yang baik". semoga, semakin banyak lahirnya saintis-saintis muslim berbasis pesantren akan melahirkan para pemimpin masa depan yang "siddiq, amanah, fathonah, dan tabligh".
BalasHapus