Dua tulisan di bawah ini menunjukkan program pengayaan pesantren. Tulisan pertama ditulis oleh Nashih Nashrullah dalam http://koran.republika.co.id/koran/14/148774/ Perkaya_Program_Pesantren; Selasa, 29 November 2011 pukul 08:32:00. Sedangkan tulisan kedua merupakan reportase pendapat Prof. Dr. Nanat Fatah Natsir dalam http://pendis.kemenag.go.id/index.php?a=detilberita&id=1968
Selain agama, santri dibekali keterampilan
Diversifikasi program pesantren yang tersebar di seluruh
Indonesia akan menjadi fokus perhatian. Tujuannya, untuk meningkatkan daya
saing pesantren. Ini berarti, para santri tak hanya berkutat pada pendalaman
agama tetapi mereka juga didorong untuk menguasai keterampilan yang dapat
diandalkan. Nantinya, tak hanya pemerintah tetapi juga masyarakat diminta
ikut bergerak.
Menurut Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren
Kementerian Agama A Saifuddin, langkah tersebut untuk mencetak kader pesantren
yang fasih di bidang agama dan pada saat yang sama mampu mandiri. "Mereka
mesti mandiri secara ekonomi sehingga minimalnya mereka mampu menghidupi
dirinya sendiri," katanya di Jakarta, Senin (28/11/2011).
Perbaikan sarana dan prasana, kualitas pengajaran, dan pembekalan
keterampilan, ujar dia, adalah sejumlah kegiatan yang dapat membantu
merealisasikan itu semua. Sebagai stimulan, untuk membangun kemandirian ekonomi
pesantren pada 2012 mendatang pemerintah memberikan bantuan modal pendirian
mini market. Total bantuan setiap pesantren sebesar Rp 1 miliar.
Saifuddin mengungkapkan, pihaknya belum dapat menentukan pesantren
mana sajakah yang akan dilibatkan. Tapi, ada kriteria umum pesantren yang
dijadikan prioritas untuk memperoleh dana stimulan tersebut, yaitu pesantren
yang potensinya besar dan selama ini mampu bertahan. Ke depan, kemitraan dengan
BNP2TKI dijalin untuk pembekalan kerja bagi santri. Selain itu, beasiswa
diberikan untuk santri.
Pemberian beasiswa di antaranya melalui kerja sama dengan Ma'had
Ad Duwali, Damaskus, Suriah. Tercatat 48 santri tengah mengenyam pendidikan di
lembaga itu. Selain itu, program peningkatan kualitas kiai dan para pengelola
pesantren digelar. Mereka ditugaskan belajar di Maroko dan Turki. Di Maroko,
mereka mempelajari agama dan di Turki fokusnya ialah manajemen pesantren.
Menurut Pimpinan Pondok Pesantren Darussalam, Gontor, Ponorogo,
Jawa Timur, KH Abdullah Syukri Zarkasyi, letak kesuksesan sebuah pesantren
menanamkan jiwa kemandirian anak didiknya terletak pada keteladanan pemimpin.
"Visi mencetak generasi mandiri harus dicontohkan para kiai pesantren.
Transfer kemandirian yang kita miliki," jelasnya.
Kalau itu terjadi, setahap demi setahap kemandirian lembaga akan
tercapai. Pada akhirnya, santri pun ikut mandiri. Ia menambahkan, kemandirian
itu tak hanya di bidang pendanaan tetapi juga kurikulum. Bagi pesantren,
kemandirian finansial mutlak diperlukan dan itu telah berjalan di pesantren
yang dipimpinnya. Bahkan, hingga kini Gontor mampu menciptakan pangsa ekonomi
potensial.
Sebanyak 32 unit usaha di berbagai sektor, jelas Zarkasyi,
berdiri. Mulai dari perdagangan, industri, peternakan, dan pertanian. Di
bidang perdagangan, pesantren ini mengoperasikan koperasi dan toko bangunan.
Ketua Umum Rabithah Ma'ahid Islamiyyah Nahdlatul Ulama (NU) Amin Haedari
menegaskan, kepemimpinan merupakan faktor utama keberhasilan pesantren.
Budaya Penelitian di Pesantren
Menurut Nanat Fatah Natsir Workshop Pesantren ASRI se-Jawa Barat, "Budaya penelitian merupakan Salah satu hal yang perlu dimasyarakatkan dan dikembangkan di kalangan pesantren. Melalui
langkah itu, kontribusi pesantren terhadap pengembangan masyarakat bisa lebih
menonjol lagi". Menurut
Nanat Fatah Natsir, modal pesantren untuk mengembangkan penelitian cukup besar. Beberapa
pesantren yang telah mengembangkan sistem pendidikan melalui pembukaan lembaga
pendidikan formal, mulai dari tingkat pendidikan dasar hingga perguruan tinggi
(PT), memiliki peluang untuk mengembangkan penelitian. "Salah satu ciri
pengembangan PT yaitu dilangsungkannya penelitian. PT yang didirikan oleh pesantren
harus bisa menanggapi visi itu. Budaya penelitian harus terus
ditumbuhkan," katanya seraya menambahkan, dibukanya sistem pendidikan
formal di pesantren merupakan potensi stuktural yang dimiliki oleh pesantren.
Pada
kesempatan sama Nanat mengatakan, selain potensi di bidang penelitian,
pesantren juga memiliki potensi kultural. Potensi itu, katanya, merupakan modal
positif yang sejak dulu melekat di lembaga pesantren. Ia menyebutkan, salah
satu potensi kultural yang dimiliki pesantren yaitu dikembangkannya jiwa
kewirausahaan. Bukan hal yang aneh lagi, katanya, jika santri yang mengenyam
pendidikan di pesantren lebih memilih untuk berwirausaha dibandingkan menjadi
pegawai negeri sipil (PNS). "Potensi struktural dan kultural yang dimiliki
oleh pesantren bisa disinergikan. Langkah itu akan lebih memperkokoh posisi
pesantren," katanya. (B.80)**
Sumber:
Data Pesantren
di Indonesia (Sumber: Kementerian Agama)
Jumlah
keseluruhan: 25.785 pesantren
- Pulau Jawa : 77.8 persen
- Luar Jawa : 22.2 persen
Kategori Konsep
dan Sistem Pendidikan Pesantren
- Salafiyah : 41,5 persen
- Ashriyah/ Modern : 9,6 persen
- Campuran : 48,9 persen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar