PESANTREN, MADRASAH, DAN SEKOLAH

PENJELAJAHAN RECITAL, INTELEKTUAL, DAN SPIRITUAL TAK BERTEPI

Home | Sastra Muslim | Dunia Islam | Studi al-Qur'an | Semiotika | Cross Cultural Understanding

Rabu, 14 Desember 2011

Kurikulum Pendidikan Islam Tidak Mengajarkan Radikalisme

    
www.hurriyet.com.tr 
     
         Jauh-jauh hari, pasca berakhirnya perang dingin antara Amerika dan sekutu-sekutunya dengan Uni Soviet dan sekutu-sekutunya, Samuel Huntington memprediksi (bahkan mendesain) adanya "benturan peradaban" antara Barat dan Timur. Salah satunya adalah benturan peradaban antara Barat (baca: Amerika dan Eropa Barat) dengan Negara-Negara Muslim. Tesis-tesinya tentang hal itu diformulasikan dalam The Clash of Sivilization and Remaking of World Order (1998). Bukunya ini, dilengkapi dengan buku-buku sejenis dari penulis Barat lainnya, menjadi world view (pandangan dunia) politik Barat, yang memosisikan Timur (terutama dunia Islam) sebagai "kawan dalam pertikaian" (lawan) dari peradaban Barat. Karenanya, kemudian Barat berusaha untuk menghegemoni dunia Muslim, dalam berbagai bidang, terutama ekonomi, politik, dan kebudayaan.
    Puncaknya adalah Peristiwa "tragedi kemanusiaan" runtuhnya gedung WTC, New York USA, pada 11 September 2011, yang diklaim semakin menguatkan adanya clash of civilization--sebagaimana tesis Samuel Huntington--, yang menempatkan dunia Islam sebagai pihak yang berlawanan dengan dunia Barat (Eropa dan Amerika). Serangkaian tindakan terorisme yang terjadi di dunia Barat dan Timur semakin mengukuhkan stereotype Barat bahwa Muslim dan Islam itu radikal dan identik dengan teroris(me). Salah satu kecurigaan barat tersebut diarahkan pada sistem pendidikan Islam yang dilaksanakan oleh komunitas atau pemerintah Muslim, termasuk di Indonesia.
        Secara khusus di Indonesia, beberapa muslim yang diklaim sebagai bagian dari "muslim radikal keras" telah berkeitan erat dengan konflik bernuansa SARA dan  juga teror bom di berbagai daerah merupakan alumni-alumni atau terkait dengan pendidikan Islam (madrasah dan pesantren). Karenanya, kecurigaan barat pun diarahkan pada sistem dan kurikulum yang diterapkan di pesantren dan madrasah di Indonesia, yang dicurigai mengajarkan "radikalisme". Di bawah ini, beberapa tulisan menunjukkan bahwa sistem  pendidikan Islam di Indonesia, khususnya Pesantren, tidak lah mengajarkan radikalisme. 
      Menurut Wikipedia (d.wikipedia.org/wiki/Radikalisme), radikalisme dimaknai sebagai suatu paham yang menghendaki adanya perubahan , pergantian, penjebolan terhadap suatu sistem di masyarakat sampai ke akarnya bila perlu menggunakan cara-cara kekerasan. menginginkan adanya perubahan total terhadap suatu kondisi atau semua aspek kehidupan masyarakat. kaum radikal menganggap bahwa rencana-rencananya adalah rencana yang paling ideal.



Dirjen Pendidikan Islam: Pihak Asing Jangan Curigai Kurikulum Pendidikan Islam Indonesia
REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA--Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Muhammad Ali meminta kalangan asing jangan mencurigai kurikulum pendidikan di lembaga pendidikan Islam di Indonesia karena materinya sudah sangat baik. "Seluruh materi yang disusun dan dimasukkan sebagai kurikulum pada lembaga Islam sudah sejalan dengan pembangunan karakter bangsa. Tidak ada yang menyimpang dari prinsip ajaran agama yang membawa kedamaian bagi seluruh umat," kata Muhammad Ali saat memantau pelaksanaan ujian nasional di Surabaya, Senin (25 April 2011).
Ia meminta jangan mencurigai kurikulum bermuatan ajaran kekerasan karena radikalisme sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang "rahmatan lil alamin". Dirjen merasa penting memberi penegasan itu terkait adanya penilaian dari pemerhati pendidikan asing. Kalangan asing, kata Ali, menyebut jika ada tindakan kekerasan pihaknya dituding memasukan muatan ajaran kekerasan dalam kurikulum pendidikan Islam. Ia mengakui belakangan ini ada pemberitaan di media massa yang menyebut alumni dari perguruan tinggi Islam terlibat dalam aksi teror, melakukan tindakan kekerasan dan mampu merakit bom. Orang tersebut lalu dikaitkan dengan latar belakang pendidikannya kemudian diberi label yang bersangkutan berasal dari lembaga pendidikan Islam, katanya. "Pandangan dan pemberian label seperti itu sungguh kejam," katanya.
Ia berharap semua pihak dapat memberi pencerahan kepada publik bahwa pendidikan Islam yang diajarkan di Indonesia adalah membawa kedamaian bagi seluruh umat. Dirjen juga berharap kasus penculikan dan pencucian otak yang dilakukan di luar kegiatan kampus tidak dikaitkan dengan eksistensi perguruan tinggi Islam. Pihak kampus sudah memberikan materi pembelajaran yang terbaik bagi anak didik dan oleh karena itu jangan menilai bahwa peristiwa cuci otak dan radikalisme lalu dikaitkan dengan kurikulum sekolah atau perguruan tinggi Islam, katanya. Ia mengundang pihak-pihak yang menaruh curiga bahwa kurikulum di institusi pendidikan Islam tak sesuai dengan asas kedamaian dapat mengunjungi lembaga bersangkutan. "Semua bisa melihat sebagaimana adanya," katanya.

Sumber:
  1. http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/11/04/25/lk7gnj-dirjen-pendidikan-islam-pihak-asing-jangan-curigai-kurikulum-pendidikan-islam-indonesia; Senin, 25 April 2011 18:16 WIB

Muzadi: Pesantren Tak Ajarkan Rakit Bom
REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR - Tokoh Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Muzadi, menegaskan bahwa pengajaran di pondok-pondok pesantren tidak mengajari santrinya merakit bom atau pun aksi terorisme. "Pesantren merupakan institusi Islam yang selalu mengajarkan kedamaian. Dalam sejarahnya, pesantren tidak pernah mengajarkan kekerasan. Apalagi sampai mengajari santri merakit bom," kata Hasyim Muzadi di Bogor, Jawa Barat, Kamis (28/7/2011). Pernyataan Hasyim Muzadi disampaikan dalam "stadium general" dengan tema "Peran Islam Moderat Bagi Ketahanan Bangsa dan NKRI." Kegiatan tersebut dihelat secara bersama oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Bogor, Pesantren Al-Ghazaly, dan Pemkot Bogor, yang dipusatkan di kompleks Al-Ghazaly, Kotaparis, Kota Bogor.
Hasyim mengatakan, pesantren berdiri dan berkembang seiring dengan masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Pesantren sejak berdiri, sekitar enam abad silam, tidak pernah mengajarkan apalagi melakukan kekerasan. "Pesantren tidak pernah melakukan perlawanan apalagi tindak kekerasan. Kecuali pada zaman penjajahan, pesantren terlibat dalam gerakan mengusir penjajah. Sedangkan pada era sebelumnya dan sesudahnya, pesantren tidak pernah terlibat kekerasan fisik," kata Hasyim Muzadi. Menurut Hasyim, pesantren telah menjadi ciri khas budaya Islam Nusantara.
Pesantren mewarisi cara-cara berdakwah yang dicontohkan para Wali Songo, dalam menyebarkan Islam di Indonesia. "Pesantren pewaris perjuangan Wali Songo dalam menyebarkan Islam secara damai. Pesantren tidak mengenal kekerasan, terorisme, apalagi perakitan bom," ujar Hasyim Myzadi yang juga Rais Syuriah PBNU. Oleh karena itu, pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal "International Conference on Islamic Scholars (ICIS)" itu mengaku kaget dan heran dengan fenomena dalam beberapa tahun terakhir, dimana sejumlah pesantren terlibat aksi terorisme dan kekerasan. "Baru tahun-tahun sekarang ini ada pesantren yang terlibat aksi terorisme, ada pesantren yang merakit bom dan menyerang aparat kepolisian dengan celurit. Dulu, fenomena ini tidak pernah ada," papar Hasyim.
Hasyim mengakui adanya fenomena beberapa pesantren yang terlibat dalam aksi atau jaringan terorisme. Namun ia keberatan bila hal tersebut disamaratakan. "Jumlahnya hanya beberapa buah. Tidak mewakili populasi pesantren yang mencapai puluhan ribu buah. Jangan digeneralisir. Kalaupun ada yang melakukan kesalahan, itu oknum yan harus dikecualikan," demikian KH Hasyim Muzadi.

Sumber:
  1. http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/11/07/28/lp1jg9-muzadi-pesantren-tak-ajarkan-rakit-bomKamis, 28 Juli 2011 18:19 WIB

Ketua MUI: Pondok Pesantren Bukan Pencetak Teroris
LOMBOK--Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma`ruf Amin, mengatakan, pondok pesantren bukan lembaga yang mencetak pelaku terorisme penebar teror bom.  "Pondok pesantren bukan lembaga pencetak teroris dan ini harus diluruskan," katanya pada acara Rapat Koordinasi Daerah MUI wilayah III (Jatim, Bali, NTB dan NTT), di Senggigi Lombok Barat, Selasa malam. Ia mengakui bahwa sebagian dari pelaku peledakan bom di sejumlah wilayah di Indonesia pernah mengenyam pendidikan di pondok pesantren. Namun, pondok pesantren tidak pernah mengajarkan tentang berjihad dengan melakukan teror bom yang menyebabkan banyak korban jiwa.  "Jadi sebenarnya ada distorsi pemahaman tentang ajaran Islam, pelaku peledakan bom tersebut menganggap bahwa perbuatannya merupakan jihad," ujarnya. 
Ia mengatakan, salah satu pondok pesantren di daerah Jawa memang mengakui bahwa ada di antara mantan santrinya yang terindikasi pelaku peledakan bom di Jakarta. Namun, pondok pesantren tersebut membantah bahwa telah mengajarkan sesuatu yang bertentang dengan agama Islam dan menganggap bahwa ada oknum-oknum tertentu yang memprovokasi untuk melakukan aksi peledakan bom. "Jadi sebenarnya, pelaku-pelaku peledakan bom yang terjadi selama ini dengan mengatasnamakan agama terprovokasi oleh orang luar bukan dari dalam pondok pesantren itu," ujarnya. 
Oleh sebab itu, pandangan masyarakat luas tentang pondok pesantren sebagai lembaga yang mencetak pelaku teror bom harus diluruskan. "Kita harus meluruskan pandangan itu, jangan pondok pesantren dicap sebagai pencetak santri peneror bom," tegasnya. Ia mengatakan, pihaknya sudah menyatakan sikap tegas mengutuk sekeras-kerasnya dan menganggap tindakan bom bunuh diri yang terjadi di Jakarta merupakan tindakan yang diharamkan agama Islam. 
Ajaran Islam mengajarkan untuk hidup berdampingan secara damai (mua`hadah) dengan umat nonmuslim dan memposisikan mereka bukan sebagai musuh. "Hidup berdampingan dengan sesama mahluk Allah adalah wajib hukumnya apapun agama dan kepercayaannya tetap harus kita hormati," ujarnya. Sementara itu, terkait dengan Jaringan Islamiyah (JI), KH Ma`ruf Amin, mengatakan, pengikut JI sebenarnya tidak banyak dan terbagi menjadi dua yakni ada menjalankan syariat agama sesuai dengan ajaran Islam yang sebenarnya dan ada JI yang radikal.  Anggota JI yang dinilai radikal tersebut kemudian direkrut oleh oknum-oknum tertentu untuk melakukan tindakan-tindakan anarkis yang bertentangan dengan ajaran agama. Menurut dia, kondisi tersebut harus ditangkal dengan dua cara yakni dari aspek keamanan jangan diberikan peluang untuk melakukan tindak kejahatan dan dari aspek pemahaman. "Pemahaman radikalisme itu harus dibuang karena itu salah," katanya.

Sumnber:
  1. http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/09/07/22/63949-ketua-mui-pondok-pesantren-bukan-pencetak-teroris; Rabu, 22 Juli 2009 10:31 WIB



Diposting oleh Dadan Rusmana di 14.04
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Label: Kurikulum Pendidikan Islam, Pendidikan Islam dan Radikalisme, Pesantren dan Radikalisme

1 komentar:

  1. Anonim8 Desember 2016 pukul 23.07

    https://youtu.be/95GxhqjHZ3E

    Silahkan dihapus komen saya

    BalasHapus
    Balasan
      Balas
Tambahkan komentar
Muat yang lain...

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)

PROFIL

  • Dadan Rusmana
  • Unknown

Terjemahkan Blog Ini

Raga Berjarak, Hati Tetap Bersatu. Selamat Berbagi dan bersaudara Fillah
DAFTAR ISI

PENDIDIKAN ISLAM

  • Kebijakan Tentang Pendidikan (4)
  • Kurikulum Pendidikan Islam (2)
  • Manajemen Pendidikan Islam (3)
  • Pendidikan Islam (18)
  • Pendidikan Islam dan Radikalisme (1)
  • Pendidikan Islam di Amerika dan Eropa (6)
  • Pendidikan Karakter (1)
  • Standar Nasional Pendidikan (2)
  • Tokoh Pendidikan Islam Indonesia (3)

PESANTREN

  • Kebijakan Tentang Pesantren (2)
  • Pesantren (27)
  • Pesantren dan Radikalisme (6)
  • Titian Muhibah Dunia Pesantren (3)
  • kurikulum Pesantren (6)

MADRASAH

  • Kebijakan Tentang Madrasah (7)
  • Madrasah (17)
  • Madrasah Aliyah (3)
  • Madrasah Bertaraf Internasional (1)
  • Madrasah Ibtidaiyah (1)
  • Madrasah Tsanawiyah (1)
  • Madrasah di Asia Selatan (1)

SEKOLAH

  • Sekolah (5)

Tema Lainnya

  • Indeks Pembangunan Indonesia (2)
  • Kelamahan Pendidikan di Indonesia (1)
  • Niat mencari ilmu (1)
  • Perguruan Tinggi (5)
  • Profesionalisme Guru (1)
  • UN (1)

Entri Populer

  • Sorogan dan Bandungan: Sistem Klasik Pendidikan di Pesantren
  • Beberapa Kelemahan Dunia Pendidikan di Indonesia
  • Pendidikan Islam di Eropa: Jerman
  • MADRASAH DI INDONESIA: SEKOLAH TERBAIK
  • Beberapa Cara Salah Mendidik Anak
  • Indeks Pembangunan Manusia Indonesia: Masih Tetap di Jajaran Bawah

ARSIP TULISAN

  • ►  2014 (8)
    • ►  Februari (3)
      • ►  Feb 13 (1)
      • ►  Feb 11 (2)
    • ►  Januari (5)
      • ►  Jan 18 (5)
  • ►  2013 (6)
    • ►  November (3)
      • ►  Nov 27 (1)
      • ►  Nov 19 (1)
      • ►  Nov 13 (1)
    • ►  Oktober (1)
      • ►  Okt 26 (1)
    • ►  Agustus (2)
      • ►  Agu 27 (1)
      • ►  Agu 22 (1)
  • ►  2012 (7)
    • ►  Juni (1)
      • ►  Jun 06 (1)
    • ►  Mei (1)
      • ►  Mei 30 (1)
    • ►  Februari (1)
      • ►  Feb 01 (1)
    • ►  Januari (4)
      • ►  Jan 22 (4)
  • ▼  2011 (55)
    • ▼  Desember (7)
      • ►  Des 20 (2)
      • ▼  Des 14 (1)
        • Kurikulum Pendidikan Islam Tidak Mengajarkan Radik...
      • ►  Des 13 (1)
      • ►  Des 07 (2)
      • ►  Des 02 (1)
    • ►  November (16)
      • ►  Nov 30 (1)
      • ►  Nov 28 (3)
      • ►  Nov 26 (3)
      • ►  Nov 25 (1)
      • ►  Nov 22 (3)
      • ►  Nov 20 (2)
      • ►  Nov 19 (1)
      • ►  Nov 10 (1)
      • ►  Nov 08 (1)
    • ►  Oktober (10)
      • ►  Okt 30 (1)
      • ►  Okt 28 (2)
      • ►  Okt 27 (2)
      • ►  Okt 23 (3)
      • ►  Okt 15 (1)
      • ►  Okt 01 (1)
    • ►  September (1)
      • ►  Sep 29 (1)
    • ►  Agustus (1)
      • ►  Agu 03 (1)
    • ►  Juli (4)
      • ►  Jul 31 (1)
      • ►  Jul 18 (1)
      • ►  Jul 14 (1)
      • ►  Jul 07 (1)
    • ►  Juni (4)
      • ►  Jun 17 (1)
      • ►  Jun 16 (1)
      • ►  Jun 08 (1)
      • ►  Jun 02 (1)
    • ►  Mei (4)
      • ►  Mei 23 (1)
      • ►  Mei 21 (1)
      • ►  Mei 20 (1)
      • ►  Mei 16 (1)
    • ►  April (3)
      • ►  Apr 25 (1)
      • ►  Apr 23 (1)
      • ►  Apr 22 (1)
    • ►  Maret (1)
      • ►  Mar 01 (1)
    • ►  Februari (2)
      • ►  Feb 07 (1)
      • ►  Feb 04 (1)
    • ►  Januari (2)
      • ►  Jan 23 (1)
      • ►  Jan 13 (1)
  • ►  2010 (16)
    • ►  Desember (3)
      • ►  Des 30 (1)
      • ►  Des 29 (1)
      • ►  Des 15 (1)
    • ►  November (4)
      • ►  Nov 21 (1)
      • ►  Nov 16 (1)
      • ►  Nov 08 (1)
      • ►  Nov 05 (1)
    • ►  Oktober (7)
      • ►  Okt 30 (1)
      • ►  Okt 29 (1)
      • ►  Okt 28 (1)
      • ►  Okt 24 (1)
      • ►  Okt 22 (1)
      • ►  Okt 14 (2)
    • ►  September (2)
      • ►  Sep 30 (1)
      • ►  Sep 29 (1)

Total Tayangan Halaman

Cari Blog Ini

Daftar Blog

  • Critical Muslims
    Syrian Muslim intellectual and critic Muhammad Shahrur (Shahrour) (1938-2019)
  • EKSOTISME DUNIA ISLAM
    Islam Jadi Agama Terbesar Kedua di 20 Negara Bagian AS
  • SASTRA MUSLIM
    HARI YANG DIJANJIKAN: NAJIB KAILANI
  • STUDI AL-QUR'AN
    Keseimbangan Angka-angka Dalam Al Qur’an
  • SEMIOTIKA

Tulisan dan Karya Terbaru tentang Pesantren dan Madrasah

  • Manajemen Pesantren_ A. Halim dkk (Ed)
  • Masa Depan Pesantren_Dr. In'am Sulaiman, M.Pd

INFO LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

  • INFO PESANTREN DI INDONESIA

Meniti Harapan

Meniti Harapan
dadanrusmana2011. Diberdayakan oleh Blogger.