Amerika
sebagai negara metropolitan, multietnis, dan multireligius memberikan kebebasan
bagi warga negaranya untuk terus melakukan kajian dan studi dalam berbagai
bidang yang dapat mendorong kemajuan peradaban bangsa Amerika. Sebagian warga
negara Amerika merupakan pemeluk agama Islam atau muslim. Sekalipun dalam
bayang-bayang stereotype bahwa Islam (Muslim) identik dengan teroris, warga
muslim Amerika, yang umumnya berasal dari kaum Imigran, terus melakukan upaya
dakwah untuk menunjukkan bahwa Islam adalah agama perdamaian, agama
keselamatan, dan rahmat lil 'alamin. Pasca keruntuhan WTC, 11
September, George W. Bush memukul genderang perang yang memojokkan kaum muslim
di seluruh dunia dan menuduhnya sebagai teroris, akativitas kajian Islam di
Amerika dan Eropa justeru terus meningkat.
Kalangan muslim Amerika mengalami keeratan, kerekatan, dan
konsolidasi internal yang melebihi masa sebelumnya. Pertama, sebagai
minoritas, mereka memang seharusnya bersatu atau menyatukan seluruh potensinya
untuk memajukan dirinya dan meminimalisir hambatan internal dan eksternal. Kedua, pengidentikkan
Islam dengan Terorisme oleh sebagian pemerintah dan masyarakat Amerika dan
Eropa telah memotivasi kaum muslim untuk menunjukkan bukti-bukti nyata, bahwa
tuduhan mereka adalah salah. Ketiga, sebagai warganegara
Amerika (dan Eropa) mereka ingin membuktikan bahwa umat Islam (dan Islam) dapat
berkontribusi bagi kemajuan peradaban Amerika dan dunia; sekalipun minoritas,
tetapi mereka dapat memberikan kontribusi berarti. Keempat, umat
Islam Amerika (dan Eropa) memiliki tanggung jawab pula untuk meningkatkan
kualitas kehidupan umat Islam di negeri lainnya. Mereka dianggap sebagai
representasi Muslim di Negeri Superpower, maka mereka tergerakkan juga untuk
memikirkan nasib umat Islam di negeri-negeri lainnya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan Islam(i)
dianggap sebagai salah satu media dan usaha yang tepat. Karenanya, kaum Muslim
di Amerika terus berusaha untuk meningkatkan kualitas sistem dan pencitraan
pendidikan Islam, salah satunya adalah melalui pengelolaan sistemik,
kompetitif, dan berstandar internasional pendidikan bercirikan Islam. Dua
tulisan di bawah ini menunjukkan hal tersebut.
--------
Perguruan Tinggi Islam Pertama di AS Resmi Dibuka
REPUBLIKA.CO.ID, BERKELEY,
CALIFORNIA--Dari delapan kampus yang dipertimbangkan, Faatimah Knight akhirnya
memutuskan mempelajari Sastra Inggris, di Zaytuna College, di mana
ia dapat belajar tentang Islam klasik dalam lingkungan yang ramah dengan semua
aspek dalam keyakinan Islam. Gadis asal Brooklyn berusia 18 tahun itu pun akan
menjadi bagian dari kelas, yang diharapkan pendiri Zaytuna mewujudkan kampus
Muslim pertama yang diakreditasi sebagai lembaga pendidikan tinggi dengan
identitas Islam namun terbuka untuk setiap keyakinan.
Suasana di lingkungan
Zaytuna College
Faatimah memilih Zaytuna
karena ia menginginkan tumbuh beserta keimanan kuat dan belajar tentang agama
yang menginspirasi orang tuanya beralih agama dan bahkan mampu membela Islam
dalam waktu-waktu sulit penuh kecurigaan dari warga AS. "Empat tahun
kuliah harusnya membuat saya lebih dari sekedar cerdas secara tekstual,"
ujarnya. "Saya ingin di sini karena saya ingin meningkatkan diri sebagai
pribadi dalam arti karakter," ujarnya. "Saya hampir yakin bahwa itu
bisa saya dapatkan dengan kuliah di sini,"
Knight, adalah satu dari 15
siswa Zaytuna dalam Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Seni Liberal yang memulai
kelas pada 24 Agustus lalu. Zaytuna College mengembangkan program seminar
permulaan di Institut Zaytuna, yang telah meluluskan mahasiswa pada 2008
lalu. Seorang penduduk asli Amerika yang beralih menjadi Muslim asal San
Fransisco Bay Area, Syekh Hamza Yusuf, yang mempelajari Islam di luar
negaranya, memulai institut tersebut pada 1996, menawarkan program studi Sastra
Arab dan Kajian Islam.
Yusuf mengawali rencana
transisi Zaytuna menjadi lembaga kampus sepenuhnya dua tahun lalu bersama dua
koleganya, Imam Zaid Shakir, warga asli Berkeley yang juga berpindah menjadi
Muslim dan belajar Islam di luar negeri, dan Hatem Bazian, keturunan asli
Palestina yang telah tinggal di Bay Area selama 27 tahun sekaligus guru besar
di Universitas of California Berkeley. Tiga sosok tersebut adalah beberapa dari
cendekiawan Muslim yang tersohor dan paling dikenal baik di Amerika, demikian
menurut direktur program dan perangkulan umat di Dewan Hubungan Islam Amerika
(CAIR), San Fransisco, Zahra Biloo.
Kampus tersebut kini tengah
mengupayakan akreditasi dari Western Association of School and
Colleges. Pendiri berharap, dengan akreditasi tersebut, para lulusan dapat
bekerja di profesi apa pun, termasuk melayani komunitas Muslim Amerika sebagai
imam, manajer NGO, ata guru sekolah Islam. Kolega Yusuf, Hatem, mengatakan
kampus macam itu dibutuhkan karena minim sekali profesional Muslim yang
memiliki pemahaman kuat terhadap keyakinan mereka dan kebutuhan Muslim di AS.
"Kami menilai kehadiran kampus sangat penting karena memberi tempat tumbuh
bagi komunitas dengan tradisi mereka, tidak dalam niat untuk menciptakan
perbedaan dalam masyarakat lebih luas, namun untuk menormalkan kehadiran
perbedaan itu dalam masyarakat, bahwa tak ada kontradiksi antara menjadi warga
AS dan menjadi muslim," paparnya.
Muslim memang telah ada di
AS selama berabad-abad. Namun, menurut direktur riset dan manajemen komunitas
dari Institut Kebijakan dan Pemahaman Sosial, lembaga think-thank fokus
pada kajian Muslim AS berbasis di Michigan, Farid Senzai, sebagian besar imigran
masuk ke negara itu dalam 40 tahun terakhir dengan 80 persen tiba setelah
1080-an. Selama beberapa generasi, Muslim di Amerika telah membangun sejumlah
infrastruktur yakni masjid, sekolah dan lembaga advokasi. Kini dengan populasi
yang diperkirakan merentang sebanyak 2 juta hingga 8 juta, mereka mulai
mendirikan lembaga akademik, demikian ujar Farid, seperti yang dilakukan kaum
Katholik dan Yahudi beberapa generasi lalu.
Kampus semacam tadi dapat
menjembatani celah antara segmen berbeda di komunitas seperti imigran dan
Muslim penduduk AS, ujar Zahra Billoo. Kehadiran lembaga itu juga dapat
menghasilkan lulusan yang memiliki kapasitas sebagai imam di negara yang
diperkirakan telah memiliki 2.000 masjid, sebagai pengganti pimpinan komunitas
asal luar yang kerap menghadapi kendala budaya, bahasa dan perbedaan antar
generasi.
Pertama kali dibuka,
Zaytuna menawarkan kelas Bahasa Arab dan Kajian Teologi dan Hukum Islam. Kini
mereka berencana menambah jurusan dan program sertifikat profesional di bidang
etik kedokteran Islami, Keuangan Islami dan pelatihan keagamaan bagi imam dan
mahasiswa S1. Zaytuna juga berharap dapat menjadi kendaraan dalam dialog
antaragama. Kampus memang sengaja didirikan di lingkungan Berkeley yang
progresif, salah satu titik kawasan intelektual dengan jumlah komunitas Muslim
cukup besar. Lembaga itu kini menumpang di American Baptist Seminary of
the West selama lima tahun hingga pendirinya mampu mendirikan area kampus
sendiri.
Farid mengatakan kehadiran
lembaga itu dapat mempromosikan pemahaman lintas budaya, ketika pengunjung
'melihat langsung dalam bentuk tindakan'. "Yang pasti, institusi seperti
ini, dalam jangka panjang sangat dibutuhkan untuk menghubungkan pihak yang
berjarak sekaligus banyak selip pemahaman di masyarakat tentang Islam dan
Muslim," ujarnya.
Redaktur: Ajeng Ritzki Pitakasari
Sumber: New Oklahoma/AP
Tunggulah Kebangkitan Generasi Muda Islam di Amerika
CHICAGO--Kampanye
pemerintahan Amerika Serikat (AS) untuk menyejajarkan Islam dengan teroris
ternyata berbuah manis bagi kaum Muslim. Begitu George W Bush saat menjadi
presiden AS memukul genderang perang untuk memojokkan Muslimin, pertumbuhan
Islam justru bergerak melesat. Hasilnya, kini mulai bisa terlihat. Di sebagian
wilayah di AS, generasi muda Islam mulai memegang peranan. Mereka juga mulai
diperhitungkan dalam kancah politik setempat. Bahkan, sebagian anak muda Islam
mulai menjadikan geliat politik di AS sebagai jalan untuk berdakwah.
Remaja Muslim di Amerika |
Seorang pemuda Muslim di
Chicago, Dana Jabri, mengaku yakin bahwa satu-satunya cara yang bisa dia tempuh
untuk memajukan Muslim di AS adalah terlibat dalam dunia politik. Perempuan
berusia 16 tahun keturunan Suriah itu pernah bekerja pada salah satu tokoh
partai yang maju pemilu lokal. Dia pun mengaku punya kepedulian kuat terhadap
problem yang kini dihadapi AS. "Saya ingin menjadi senator pertama di AS
yang berjilbab," ujar dia. Jabri hanyalah salah satu dari sekian banyak
generasi muda Islam yang ingin memajukan Islam lewat jalur politik. Kebanyakan
mereka adalah keturunan para pendatang yang banyak dirugikan oleh kampanye
perang global melawan teroris usai peristiwa penyerangan menara kembar WTC.
Direktur eksekutif
organisasi pemuda antaragama Chicago, Eboo Patel, mengungkapkan bahwa generasi
muda Muslim di AS saat ini telah berkembang sangat pesat. "Mereka menjadi
generasi yang mempercepat pertumbuhan Islam," tutur dia. Kaum muda Muslim
ini juga menjadi penerus perjuangan generasi sebelumnya. Patel menambahkan,
generasi Muslim pertama di AS telah meletakkan infrastruktur dasarnya beruba
masjid, sekolah, pemakaman, juga sistem pernikahan Islami. Generasi muda Muslim
yang ada saat ini, ujar dia, akan meneruskan langkah tersebut dengan fokus pada
lembaga-lembaga publik, termasuk institusi politik.
Redaktur: irf
Sumber: ap
semoga aja pendidikan islam di amerika terus berkembang ya??
BalasHapusapa yang di harakan kita semua semoga bisa terkabul ya.. islam terus berkembang dan maju. Amiin ..
BalasHapus