PESANTREN, MADRASAH, DAN SEKOLAH

PENJELAJAHAN RECITAL, INTELEKTUAL, DAN SPIRITUAL TAK BERTEPI

Home | Sastra Muslim | Dunia Islam | Studi al-Qur'an | Semiotika | Cross Cultural Understanding

Sabtu, 26 November 2011

Pendidikan Karakter

Prolog
    Pada dasarnya manusia dilahirkan memiliki fitrahnya tersendiri. Rasulallah SAW bersabda, "Setiap bayi dilahirkan di atas fitrah." (HR Bukhari Muslim). Allah SWT juga menegaskan bahwa setiap jiwa manusia telah berjanji untuk beriman kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya. Firman Allah: "Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): `Bukankah Aku ini Tuhanmu?' Mereka menjawab: `Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi'."(QS al-A`raf [7]: 172). Hanya persoalan kemudian, apakaha fitrah itu identik dengan karakter (character) dan atau kepribadian (personality)?

Dalam Introduction to Psychology: Exploration and Aplication, Dennis Coon mendefinisikan karakter (character) sebagai suatu penilaian subyektif terhadap kepribadian seseorang yang berkaitan dengan atribut kepribadian yang dapat atau ditolak oleh masyarakat. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Pemaknaan karakter seperti ini membedakannya dengan kepribadian (personality). Term terkahir ini dimaknasi sebagai sifat dasar yang dibawa saat manusia dilahirkan, baik dia bersifat koleris, sanguinis, phlegmatic, maupun melankolis.



Makna Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan yang menekankan pada pembentukan (internalisasi) nilai-nilai karakter positif (akhlak karimah) pada setiap anak didik.  Selain itu, pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil (manusia paripurna).



Pentingnya Pendidikan Karakter bagi Peserta Didik
1.       Keberhasilan dan Kesuksesan ditentukan oleh Karakter (Soft Skill)
Berdasarkan penelitian di Harvard University, Amerika Serikat, (Ali Ibraham Akbar, 2000), kesuksesan seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh kecerdasan intelektual, pengetahuan, dan kemampuan teknis (hard skill)saja, tetapi lebih banyak ditentukan oleh kemampuan mengelola diri, orang lain, dan lingkungannya. Penelitian ini mengungkapkan, 80% kesuksesan ditentukan oleh kecakapan soft skill-nya, dan 20% kesuksesan ditentukan oleh kecakapan hard skill-nya.
Penelitian terbaru menyebutkan bahwa kesuksesan seseorang ditentukan pada kemampuan mengelola tiga titik pusaran kesadaran, yakni manusia, Tuhan, dan alam. Setiap orang yang mampu menyadari posisi dirinya dalam relasi tripartite (Manusia-Tuhan-alam) memiliki ketahanan mental, survive (daya juang) dan kreatifitas positif ketika menghadapi berbagai tantangan dan ancaman.

2.      Pendidikan Karakter Terbentuk dari Lingkungan
Pada dasarnya, ketika ia berinteraksi dengan lingkungannya, peserta didik (anak) berusaha untuk mengembangkan pemahaman yang benar tentan bagaimana dunia dan manusia bekerja atau mempelajari “aturan main” (sunnatullah) dari segala aspek yang ada di dunia ini. Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter baik (berakhlak karimah) jika dapat tumbuh pada lingkungan berkarakter baik pula. TRekait dengan hal ini, Theodore Roosevelt, “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (mendidik seseorang hanya pada aspek kecerdasan, tanpa aspek moral, adalah mendidikan ancaman  (marabahaya) kepada masyarakat).

3.      Indonesia membutuhkan SDM yang Tangguh
Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.


Siapa Bertanggung Jawab Pada Pendidikan Karakter

Tempat pertama dan utama dari Pendidikan karakter adalah rumah tangga dan masyarakat. Karenanya, sebuah pendapat mengatakan bahwa pendidikan karakter terkait dengan persoalan keturunan (generative) dan kebiasaan (behavior). Selebihnya, tempat pendidikan, seperti sekolah, madrasah, dan pesantren umumnya adalah kelanjutan dan pembentukan lanjutan dari pendidikan karakter pada keluarga.

Namun, umumnya, keluarga modern telah kehilangan salah satu fungsinya, yakni fungsi edukasinya. Idealnya, rumah tangga berfungsi sebagai tempat pendidikan, terutama pendidikan nilai, etika, bahasa, dan juga kecerdasan intelektual dasar; Kedua orang tuanya berperan sebagai guru utama bagi anak-anaknya. Hanya saja, fungsi keluarga seperti demikian telah tergerus oleh perkembangan jaman, karir, kebutuhan ekonomis, dan lainnya. Karenanya, lembaga pendidikan kemudian seakan-akan “mengambil alih” atau “diberi beban” untuk menjadi lembaga pendidikan “sepenuhnya” bagi anak-anak.
Kini, sekolah (madrasah) dan pesantren menjadi tumpuan masyarakat dan pemerintah untuk pendidikan karakter.  Oleh karena itu, semua guru mata pelajaran harus bertanggung jawab dalam pembentukan karakter siswa. Kondisi ini agar materi dan metode penyampaian yang digunakan dapat mengarah pada pembinaan moral dan kepribadiaan. Pendidikan karakter pada mata pelajaran tertentu mungkin akan efektif, tapi pada umumnya tiap mapel harus ada kaitan dan saling melengkapi. Hal ini karena tidak mungkin suatu pelajaran membentuk karakter secara khusus, ungkapnya.
Agar semua pendidik dapat memahami pendidikan karakter kepada siswa. Dalam penyampaian materi kepada peserta didik harus mampu mengintegrasikan. Kalau guru SD mungkin bisa memberikan pembinaan secara komprehensif, karena mengampu semua matpel. Tetapi untuk tingkat SMP ke atas butuh integrasi agar tidak sulit membentuk karakter. Misalnya, dia guru Biologi atau Matematika, maka mereka tetap harus bertanggung jawab mengintegrasikan pembinaan moral kepada siswa.

Ciri Pendidkan Karakter
 Pendidikan karakter menurut FW Foerster (pencetus pendidikan karakter dari Jerman; 1868-1966) memiliki empat ciri.
  1. Pendidikan karakter menekankan setiap tindakan berpedoman pada nilai-nilai normative. Keteraturan interior di mana setiap tindakan diukur berdasar hierarki nilai. Nilai menjadi pedoman normatif setiap tindakan.
  2. Koherensi yang memberi keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada situasi baru atau takut risiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi meruntuhkan kredibilitas seseorang.. Dengan begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak mudah terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali menghadapi situasi baru.
  3. Adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati dan mengamalkan berbagai aturan dan norma yang diyakininya hingga menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Di situ seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat lewat penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh atau desakan pihak lain.
  4. Keteguhan dan kesetiaan. Kateguhan adalah daya tahan anak didik dalam mewujudkan apa yang dipandang baik. Sedangkan kesetiaan merupakan dasar penghormatan atas komitmen yang dipilihnya.
       Kematangan keempat karakter ini, lanjut Foerster, memungkinkan manusia melewati tahap individualitas menuju personalitas. ”Orang-orang modern sering mencampuradukkan antara individualitas dan personalitas, antara aku alami dan aku rohani, antara independensi eksterior dan interior.” Karakter inilah yang menentukan forma seorang pribadi dalam segala tindakannya (Doni Koeseoema, 2007).
       Tempat pertama dan utama dari Pendidikan karakter adalah rumah tangga dan masyarakat. Karenanya, sebuah pendapat mengatakan bahwa pendidikan karakter terkait dengan persoalan keturunan (generative) dan kebiasaan (behavior). Selebihnya, tempat pendidikan, seperti sekolah, madrasah, dan pesantren umumnya adalah kelanjutan dan pembentukan lanjutan dari pendidikan karakter pada keluarga. Oleh karena itu, pendidikan pun ikut mewarnai karakter dari individunya. 

Karakter Apa Saja Yang Perlu Dididikkan?
Dalam Islam, manusia digambarkan memiliki potensi baik (taqwa) dan buruk (fujur). Potensi baik itu berupa:
  1.         Pertama, kekuatan spiritual. Kekuatan spiritrual itu berupa îmân, islâm, ihsân dan taqwa, yang berfungsi membimbing dan memberikan kekuatan kepada manusia untuk menggapai keagungan dan kemuliaan (ahsani taqwîm); 
  2.      .     Kedua, kekuatan potensi manusia positif, berupaâqlus salîm (akal yang sehat), qalbun salîm (hati yang sehat), qalbun munîb (hati yang kembali, bersih, suci dari dosa) dan nafsul mutmainnah (jiwa yang tenang), yang kesemuanya itu merupakan modal insani atau sumber daya manusia yang memiliki kekuatan luar biasa. 
  3.      .   Ketiga,  sikap dan perilaku etis. Sikap dan perilaku etis ini merupakan implementasi dari kekuatan spiritual dan kekuatan kepribadian manusia yang kemudian melahirkan konsep-konsep normatif tentang nilai-nilai budaya etis. Sikap dan perilaku etis itu meliputi: istiqâmah (integritas), ihlâs,jihâd dan amal saleh.
Potensi positif tersebut dalam perspektif individu akan melahirkan orang yang berkarakter, yaitu orang yang bertaqwa, memiliki integritas (nafs al-mutmainnah) dan beramal saleh. Aktualisasi orang yang berkualitas ini dalam hidup dan bekerja akan melahirkan akhlak budi pekerti yang luhur karena memiliki personality (integritas, komitmen dan dedikasi), capacity (kecakapan) dancompetency yang bagus pula (professional).
Kebalikan dari potensi positif di atas adalah potensi negatif. Hal ini itu disimbolkan dengan kekuatan materialistik dan nilai-nilai thâghût (nilai-nilai destruktif). Kalau nilai-nilai etis berfungsi sebagai sarana pemurnian, pensucian dan pembangkitan nilai-nilai kemanusiaan yang sejati (hati nurani), nilai-nilai  material (thâghût ) justru berfungsi sebaliknya yaitu pembusukan, dan penggelapan nilai-nilai kemanusiaan.
Hampir sama dengan energi positif, energi negatif terdiri dari: 
a)     Pertama, kekuatan thaghut. Kekuatan thâghût itu berupa  kufr  (kekafiran), munafiq (kemunafikan),  fasiq  (kefasikan)  dan  syirik (kesyirikan) yang kesemuanya itu merupakan kekuatan yang menjauhkan manusia dari makhluk etis dan kemanusiaannya yang hakiki (ahsani taqwîm) menjadi makhluk yang serba material (asfala sâfilîn); 
b)     kekuatan kemanusiaan negatif, yaitu  pikiran jahiliyah (pikiran sesat),  qalbun marîdl (hati yang sakit, tidak merasa), qalbun mayyit (hati yang mati, tidak punya nurani) dan nafsu ‘l-lawwamah (jiwa yang tercela) yang kesemuanya itu akan menjadikan manusia menghamba pada ilah-ilah selain Allah berupa harta, sex dan kekuasaan (thâghût). 
c)      sikap dan perilaku tidak etis. Sikap dan perilaku tidak etis ini merupakan implementasi dari kekuatan thâghût dan kekuatan kemanusiaan negatif yang kemudian melahirkan konsep-konsep normatif tentang nilai-nilai budaya tidak etis (budaya busuk). Sikap dan perilaku tidak etis itu meliputi: takabur (congkak), hubb al-dunyâ (materialistik), dlâlim (aniaya) dan amal sayyiât (destruktif).
Energi negatif tersebut dalam perspektif individu akan melahirkan orang yang berkarakter buruk, yaitu orang yang puncak keburukannya meliputi syirk, nafs lawwamah dan ’amal alsayyiât (destruktif). Aktualisasi orang yang bermental thâghût ini dalam hidup dan bekerja akan melahirkan perilaku tercela, yaitu orang yang memiliki personality tidak bagus (hipokrit, penghianat dan pengecut) dan orang yang tidak mampu mendayagunakan kompetensi yang dimiliki.
Berdasarkan hal tersebut maka, pendidikan karakter diarahkan pada pembentukan karakter baik (akhlak mulia). Dari sekian banyak karakter positif, setidaknya, menurut pandangan penulis, terdapat beberapa karakter yang perlu dididikkan, diinternalisasi, dibiasakan kepada peserta didik, yakni:
1.       Karakter Mengimani dan Mencintai Allah.
2.      Kemandirian, Keteguhan, dan Tanggung Jawab
3.      Kejujuran dan amanah.
4.      Hormat, Rendah Hati, dan Sopan Santun
5.      Dermawan, Empatik, suka menolong, dan Gotong Royong
6.      Percaya diri dan Pekerja Keras.
7.      Kepemimpinan dan Keadilan.
8.     Toleransi aktif.


Sumber: 
1. http://pendis.kemenag.go.id/index.php?a=detilberita&id=6453
2. http://www.pendidikankarakter.com
Diposting oleh Dadan Rusmana di 12.04
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Label: Pendidikan Islam, Pendidikan Karakter

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)

PROFIL

  • Dadan Rusmana
  • Unknown

Terjemahkan Blog Ini

Raga Berjarak, Hati Tetap Bersatu. Selamat Berbagi dan bersaudara Fillah
DAFTAR ISI

PENDIDIKAN ISLAM

  • Kebijakan Tentang Pendidikan (4)
  • Kurikulum Pendidikan Islam (2)
  • Manajemen Pendidikan Islam (3)
  • Pendidikan Islam (18)
  • Pendidikan Islam dan Radikalisme (1)
  • Pendidikan Islam di Amerika dan Eropa (6)
  • Pendidikan Karakter (1)
  • Standar Nasional Pendidikan (2)
  • Tokoh Pendidikan Islam Indonesia (3)

PESANTREN

  • Kebijakan Tentang Pesantren (2)
  • Pesantren (27)
  • Pesantren dan Radikalisme (6)
  • Titian Muhibah Dunia Pesantren (3)
  • kurikulum Pesantren (6)

MADRASAH

  • Kebijakan Tentang Madrasah (7)
  • Madrasah (17)
  • Madrasah Aliyah (3)
  • Madrasah Bertaraf Internasional (1)
  • Madrasah Ibtidaiyah (1)
  • Madrasah Tsanawiyah (1)
  • Madrasah di Asia Selatan (1)

SEKOLAH

  • Sekolah (5)

Tema Lainnya

  • Indeks Pembangunan Indonesia (2)
  • Kelamahan Pendidikan di Indonesia (1)
  • Niat mencari ilmu (1)
  • Perguruan Tinggi (5)
  • Profesionalisme Guru (1)
  • UN (1)

Entri Populer

  • Sorogan dan Bandungan: Sistem Klasik Pendidikan di Pesantren
  • Beberapa Kelemahan Dunia Pendidikan di Indonesia
  • Pendidikan Islam di Eropa: Jerman
  • MADRASAH DI INDONESIA: SEKOLAH TERBAIK
  • Beberapa Cara Salah Mendidik Anak
  • Indeks Pembangunan Manusia Indonesia: Masih Tetap di Jajaran Bawah

ARSIP TULISAN

  • ►  2014 (8)
    • ►  Februari (3)
      • ►  Feb 13 (1)
      • ►  Feb 11 (2)
    • ►  Januari (5)
      • ►  Jan 18 (5)
  • ►  2013 (6)
    • ►  November (3)
      • ►  Nov 27 (1)
      • ►  Nov 19 (1)
      • ►  Nov 13 (1)
    • ►  Oktober (1)
      • ►  Okt 26 (1)
    • ►  Agustus (2)
      • ►  Agu 27 (1)
      • ►  Agu 22 (1)
  • ►  2012 (7)
    • ►  Juni (1)
      • ►  Jun 06 (1)
    • ►  Mei (1)
      • ►  Mei 30 (1)
    • ►  Februari (1)
      • ►  Feb 01 (1)
    • ►  Januari (4)
      • ►  Jan 22 (4)
  • ▼  2011 (55)
    • ►  Desember (7)
      • ►  Des 20 (2)
      • ►  Des 14 (1)
      • ►  Des 13 (1)
      • ►  Des 07 (2)
      • ►  Des 02 (1)
    • ▼  November (16)
      • ►  Nov 30 (1)
      • ►  Nov 28 (3)
      • ▼  Nov 26 (3)
        • Indeks Pembangunan Manusia Indonesia: Masih Tetap ...
        • Madrasah-Madrasah di Negeri "Singa"
        • Pendidikan Karakter
      • ►  Nov 25 (1)
      • ►  Nov 22 (3)
      • ►  Nov 20 (2)
      • ►  Nov 19 (1)
      • ►  Nov 10 (1)
      • ►  Nov 08 (1)
    • ►  Oktober (10)
      • ►  Okt 30 (1)
      • ►  Okt 28 (2)
      • ►  Okt 27 (2)
      • ►  Okt 23 (3)
      • ►  Okt 15 (1)
      • ►  Okt 01 (1)
    • ►  September (1)
      • ►  Sep 29 (1)
    • ►  Agustus (1)
      • ►  Agu 03 (1)
    • ►  Juli (4)
      • ►  Jul 31 (1)
      • ►  Jul 18 (1)
      • ►  Jul 14 (1)
      • ►  Jul 07 (1)
    • ►  Juni (4)
      • ►  Jun 17 (1)
      • ►  Jun 16 (1)
      • ►  Jun 08 (1)
      • ►  Jun 02 (1)
    • ►  Mei (4)
      • ►  Mei 23 (1)
      • ►  Mei 21 (1)
      • ►  Mei 20 (1)
      • ►  Mei 16 (1)
    • ►  April (3)
      • ►  Apr 25 (1)
      • ►  Apr 23 (1)
      • ►  Apr 22 (1)
    • ►  Maret (1)
      • ►  Mar 01 (1)
    • ►  Februari (2)
      • ►  Feb 07 (1)
      • ►  Feb 04 (1)
    • ►  Januari (2)
      • ►  Jan 23 (1)
      • ►  Jan 13 (1)
  • ►  2010 (16)
    • ►  Desember (3)
      • ►  Des 30 (1)
      • ►  Des 29 (1)
      • ►  Des 15 (1)
    • ►  November (4)
      • ►  Nov 21 (1)
      • ►  Nov 16 (1)
      • ►  Nov 08 (1)
      • ►  Nov 05 (1)
    • ►  Oktober (7)
      • ►  Okt 30 (1)
      • ►  Okt 29 (1)
      • ►  Okt 28 (1)
      • ►  Okt 24 (1)
      • ►  Okt 22 (1)
      • ►  Okt 14 (2)
    • ►  September (2)
      • ►  Sep 30 (1)
      • ►  Sep 29 (1)

Total Tayangan Halaman

Cari Blog Ini

Daftar Blog

  • Critical Muslims
    Syrian Muslim intellectual and critic Muhammad Shahrur (Shahrour) (1938-2019)
  • EKSOTISME DUNIA ISLAM
    Islam Jadi Agama Terbesar Kedua di 20 Negara Bagian AS
  • SASTRA MUSLIM
    HARI YANG DIJANJIKAN: NAJIB KAILANI
  • STUDI AL-QUR'AN
    Keseimbangan Angka-angka Dalam Al Qur’an
  • SEMIOTIKA

Tulisan dan Karya Terbaru tentang Pesantren dan Madrasah

  • Manajemen Pesantren_ A. Halim dkk (Ed)
  • Masa Depan Pesantren_Dr. In'am Sulaiman, M.Pd

INFO LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

  • INFO PESANTREN DI INDONESIA

Meniti Harapan

Meniti Harapan
dadanrusmana2011. Diberdayakan oleh Blogger.