Anggapan Madrasah dan Pesantren sebagai lembaga pendidikan "kelas dua" masih terus ada. Hal ini bukan hanya ada dalam persepsi pemerintah dan sebagian masyarakat, tetapi tercermin dalam berbagai aturan perundang-undangan dan kebijakannya. Dalam hal ini, misalnya, Pemerintah masih dinilai bersikap diskriminatif terhadap Pesantren dan Madrasah Swasta, baik dalam penyusunan regulasi (undang-undang, peraturan pemerintah, dan aturan lainnya) maupun dalam implementasinya di lapangan. Dari hal regulasi, diskriminasi pemerintah terhadap Pesantren dan Madrasah Swasta dapat ditimbulkan dari sisdiknas. Hal ini tercermin dari sistem regulasi pendidikan di Indonesia, terutama UU Sisdiknas nomor 20 Tahun 2003 pasa 55 ayat (4), sebagaimana tercermin dalam tulisan berikut.
--------
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pemerintah wajib
memberikan bantuan teknis, subisi dana, dan sumberdaya lainnya secara adil dan
mereta ke lembaga pendidikan berbasis masyarakat. Pasalnya, selama ini berlaku
sikap tidak adil dan diskriminatif baik dari pemerintah pusat ataupn daerah
terhadap lembaga pendidikan swasta. Terutama madrasah dan pesantren. Kesimpulan
ini, menurut Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama PBNU, Said Aqil
Siraj, menyusul diputuskannya Amar Putusan MK 58/PUU-VIII/2010 hasil uji materi
terhadap UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 Pasal 55 ayat (4), pada 23 September
2011.
Dalam pasal itu berbunyi : “Lembaga
pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana,
dan sumberdaya lain secara adil dan merata dari pemerintah dan atau pemerintah
daerah. Kata “dapat”, ujarnya, dalam pasal tersebut pascadikabulkannya uji
materi, diubah menjadi wajib. Dalihnya, penggunaan kata dapat membuka peluang
tidak saja bagi terciptanya ketidakadilan dan diskriminiasi terhadap lembaga
pendidikan swasta, tetapi juga kesenjaganan mutuu yang semakin besar.
Selain pemakain redaksi “dapat” bertentanganan dengan semangat UUD 1945 Pasal
31 ayat (2).
Pihaknya mengapresiasi langkah yang
diupayakan oleh perwakilan LP Maarif NU dan Lembaga Pendidikan Santa Maria
sebagai iniator uji materi yang ditempuh setahun silam. Ia meminta pemerintah
pusat dan daerah pro aktif menjalankan putusan tersebut. Implementasi itu harus
dilaksanakan melalui kebijakan danprogram-program nyata dalam APBN dan APBD.
Dengan demikian masalah kesenjangan mut, ketidakadilan, dan diskriminasi
pendidikan dasar bisa teratasi. “Jihad tsaqafi dan qanuni akhirnya
berhasil,”katanya.
Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama
(Kemenag), Mohammad Ali, merespon positif dikabulkannya uji materi itu.
Dengan adanya amar itu, maka ia meyakini pula akan terjadi pemerataan bantuan
bagi lembaga pendidikan swasta. Meskipun, hingga saat ini pihaknya belum
menerima tembusan dari amar itu. Tetapi, ia mengaku jika tembusan itu diterima
pihaknya akan segera menindaklanjuti. Ia mengatakan pemerintah selama ini telah
memberikan perhatian kepada lembaga swasta. Pemberian bantuan yang selama ini
berlangsung mengacu pada regulasi yang ada. Undang-undang yang berlaku mengatur
pemberian dana pembiayaan dan operasional bagi sejumlah madrasah ataupun
sekolah. Diakuinya, bantuan itu diperioritaskan bagi lembaga pendidikan yang
menyelenggarakan wajib belajar 9 tahun, sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku yang berlaku. Tidak ada diskriminasi swasta
atau umum. Selama menyelenggaran pendidikan dasar akan diberikan bantuan.
Menurutnya, pengucuran dana bantuan bagi
madrasah atau pesantren yang tidak mengadakan pendidikan dasar tetap diberikan
sebagai bantuan sosial. Soal perlakuan pemda terhadap lembaga pendidikan
swasta yang kerap dipersepsikan diskriminatif, pihaknya terus meminta
kemendagri agar mengeluarkan edaran ke pemda uuntuk memberi perlakuan sama ke
madrasah. Ditanya soal implementasi UU itu pascaujimateri, ia menyatakan siap
melaksanakannya. Kebijakannya menunggu Kementerian Keuangan, Bappenas, dan
pembahasan di DPR.
Anggota Komisi VIII DPR RI, Jazuli Juwaini,
mengapresiasi keberhasilan uji materi itu. Menurutnya, yang perlu dilakukan
saat ini ialah merumuskan kapankah hasil uji materi itu dapat diberlakukan.
Konsekwensinya maka lembaga pendidikan swasta termasuk madrasah atau pesantren
mesti memperoleh alokasi dari 20 persen APBN atau APBD. Ia mengatakan jika belum
bisa diketahui kapan pemberlakuannya, maka besar kemungkinan belum bisa masuk
pada anggaran APBN 2012. Tetapi tak menutup kemungkinan dapat terokomodir
melalui APBNP. Ia mengatakan dibutuhkan pula kelapangan dada dari pihak
Kemdiknas. Termasuk pula perubahan pola pikir di Bappenas dan Kemenkeu,
bahwasannya lembaga pendidikan agama swasta merupakan bagian upaya mencerdaskan
bangsa. “Selama ini kebijakan belum proporsional,”katanya
Sumber:
- http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita-pendidikan/11/10/21/ltf1z4-pemerintah-masih-diskrimatif-terhadap-madrasah-swasta-dan-pesantren; Jumat, 21 Oktober 2011 19:42 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar