Pendahuluan
Peningkatan kualitas pendidikan adalah kebutuhan dan tanggung jawab bersama antara masyarakat dan Pemerintah Indonesia. Namun, dalam konteks berbangsa dan bernegara, menciptakan sistem pendidikan berkualitas baik adalah tanggung jawab Pemerintah. Bagaimana pun, Pemerintahan yang baik (good governance) adalah pemerintah yang mampu mengantarkan warga negaranya meraih kualitas hidup yang baik, sejahtera, bertanggung jawab, dan berkeadilan. Dengan demikian, jika kondisi masyarakat ternyata mendapatkan yang sebaliknya, maka itu dapat menjadi ciri dari pemerintah yang buruk atau tidak sukses.
Salah satu indikator dari pemerintah, dan masyarakat, yang sukses adalah kualitas pendidikan. Semakin banyaknya masyarakat yang mengenyam pendidikan dan mendapatkan kepuasan layanan pendidikan, maka semakin sukseslah kebijakan pemerintah dalam sektor pendidikan. UNESCO sebagai badan dunia dalam bidang pendidikan telah menetapkan bahwa pendidikan dasar (bagi 5/6 tahun hingga usia 17 tahun) merupakan hak dasar bagi setiap warga negara manapun, termasuk warga negara Indonesia. Negara yang memiliki SDM dengan pendidikan minimal SMU (17/18 tahun) dapat dikategorikan sebagai negara yang berkualitas baik dalam kategori pendidikan.
Bagaimanakah dengan Indonesia? Realitasnya pemenuhan pendidikan dasar baru dirancang bagi setiap warga negaranya hanya sampai SLTP atau pendidikan dasar sembilan tahun (6 tahun SD ditambah 3 tahun SLTP). Kebijakan wajib belajar sembilan tahun ini merupakan jawaban terhadap berbagai kondisi masyarakat, seperti; 1) lebih dari 80% angkatan kerja hanya berpendidikan SD atau kurang, atau SMP tidak tamat, 2) program wajib belajar 9 tahun akan meningkatkan kualitas SDM dan dapat memberi nilai tambah pula pada pertumbuhan ekonomi, 3) semakin tinggi pendidikan akan semakin besar partisipasi dan kontribusinya di sektor-sektor produktif, 4) dengan peningkatan program Wajar 6 tahun ke Wajar 9 tahun akan meningkatkan kematangan dan keterampilan siswa, 5) peningkatan Wajar 9 tahun akan meningkatkan umur kerja minimum dari 10 sampai 15 tahun.
Salah satu indikator dari pemerintah, dan masyarakat, yang sukses adalah kualitas pendidikan. Semakin banyaknya masyarakat yang mengenyam pendidikan dan mendapatkan kepuasan layanan pendidikan, maka semakin sukseslah kebijakan pemerintah dalam sektor pendidikan. UNESCO sebagai badan dunia dalam bidang pendidikan telah menetapkan bahwa pendidikan dasar (bagi 5/6 tahun hingga usia 17 tahun) merupakan hak dasar bagi setiap warga negara manapun, termasuk warga negara Indonesia. Negara yang memiliki SDM dengan pendidikan minimal SMU (17/18 tahun) dapat dikategorikan sebagai negara yang berkualitas baik dalam kategori pendidikan.
Bagaimanakah dengan Indonesia? Realitasnya pemenuhan pendidikan dasar baru dirancang bagi setiap warga negaranya hanya sampai SLTP atau pendidikan dasar sembilan tahun (6 tahun SD ditambah 3 tahun SLTP). Kebijakan wajib belajar sembilan tahun ini merupakan jawaban terhadap berbagai kondisi masyarakat, seperti; 1) lebih dari 80% angkatan kerja hanya berpendidikan SD atau kurang, atau SMP tidak tamat, 2) program wajib belajar 9 tahun akan meningkatkan kualitas SDM dan dapat memberi nilai tambah pula pada pertumbuhan ekonomi, 3) semakin tinggi pendidikan akan semakin besar partisipasi dan kontribusinya di sektor-sektor produktif, 4) dengan peningkatan program Wajar 6 tahun ke Wajar 9 tahun akan meningkatkan kematangan dan keterampilan siswa, 5) peningkatan Wajar 9 tahun akan meningkatkan umur kerja minimum dari 10 sampai 15 tahun.
Indikator utama penuntasan Wajar Dikdas
adalah pencapaian Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/MTs secara nasional
mencapai 95% pada tahun 2008/2009. Dalam pelaksanaan program Wajar Dikdas
sebagai upaya pemerataan dan perluasan akses pendidikan tingkat dasar bagi anak
usia sekolah antara 7-15 tahun. Target program ini adalah tercapainya Angka
Partisipasi Sekolah (APS) penduduk meningkat dari 99,12% pada tahun 2005
menjadi 99,57% pada tahun 2009. Angka Partisipasi Murni (APM) tingkat dasar
(SD/MI : usia 7-12 tahun) diusahakan akan meningkat dari 93,53% pada tahun 2005
menjadi 93,87% pada tahun 2009. Sementara pada tingkat dasar
menengah (SMP/MTs) target yang akan dicapai adalah meningkatnya APM sebesar
63,67% di tahun 2005 ditingkatkan menjadi 75,46% pada tahun 2009, sehingga
dalam kurun waktu lima tahun akan terjadi kenaikan sebesar 14,79%. Kenyataannya
pada tahun 2007 APM SD/MI telah mencapai 94,66% dan APK 114,27%. Pada tahun
yang sama APM SMP/MTs/Paket B dan yang sederajat 71,6% dan APK SMP/MTs/Paket B
dan yang sederajat telah mencapai 92,52%. (Data Rembuk Nasional Diknas tahun
2008).
Sumbangan Kementerian agama (kemenag) terhadap pencapaian target Nasional, APK pada tahun
2005 sebesar 13,20 %, tahun 2006 sebesar 13,70%, dan tahun 2007 sebesar 14,20 %
untuk tingkat Madrasah Ibtidaiyah. Sedangkan untuk tingkat MTS menunjukkan
angka partisipasi pada tahun 2005 sebesar 17,40 % tahun 2006 sebesar 18,50 % ,
dan tahun 2007 sebesar 19,60 %. Di samping kenaikan APK, indikator
lain dari percepatan penuntasan Program Wajar dikdas 9 Tahun adalah menurunnya
angka drop out, tahun 2006 sebesar 0,6 % menjadi 0,4 % pada tahun
2007 untuk MI dan untuk MTs, sebesar 1,06 % tahun 2006 menjadi 1,02 % pada
2007. Pada tahun 2008 angka drop out MI dan MTs turun menjadi 1,04 % sedangkan
APK pada MI dan MTs masing-masing mencapai 14,75 % dan 20,70 %. (Paparan Dirjend. Pendis pada dengar Pendapat
Komisi VIII DPR RI, Januari, 2008).
Kemenag mencatat bahwa jumlah lembaga
pendidikan madrasah tidak kurang dari 18% dari seluruh lembaga pendidikan di
Indonesia. Sedangkan besaran prosentasi tanggung jawab kementerian agama dalam
penuntasan wajar Dikdas secara nasional, dihitung berdasarkan proporsi siswa
yang belajar di madrasah dan salafiyah dibagi jumlah peserta didik yang
tertampung di sekolah, madrasah, salafiyah, paket, sekolah terbuka dikalikan
100%. Maka proporsi tanggung jawab kemenag secara nasional untuk MI adalah
9,77% dan untuk MTs 20,38%. (sumber: buku penuntasan wajar Dikdas sembilan
tahun 2004-2009, direktorat pendidikan madrasah).
Kemenag menyelenggarakan pendidikan menengah
pada Madrasah Aliyah, Pesantren Mu’adalah, dan pendidikan kesetaraan paket C.
Data MA saat ini adalah 5043 lembaga, dengan rincian 644 dengan status madrasah
Aliyah Negeri, dan 4399 lainnya berstatus swasta, dengan jurusan yang beragam,
meliputi; jurusan IPA sebanyak 1578, jurusan IPS 4225, jurusan
Bahasa 363 dan Program Keagamaan sebanyak 217. Secara keseluruhan, jumlah
siswa Madrasah Aliyah sebanyak 817.920 siswa dengan jumlah guru sebanyak 97.986
orang, dengan kualifikasi pendidikan di bawah S.1 22.091, berijazah S.1
sebanyak 74.582 dan kualifikasi S.2-S.3 sebanyak 1.313. (Sumber: Data Biro
Perencanaan)
Permasalahan yang diungkap dalam
penelitian ini adalah ”Bagaimanakah kesiapan madrasah dalam pelaksanaan Wajar
12 Tahun?” Sedangkan fokus penelitian meliputi: kebijakan Pemerintah daerah terhadap penyelenggaraan
Wajar 12 Tahun, kebijakan Kementerian Agama terhadap pelaksanaan program
Wajar 12 tahun di Madrasah Aliyah, dan kesiapan Madrasah Aliyah dalam
aspek sarana-prasarana, pembiayaan, dan tenaga kependidikan dalam program wajar
12 tahun?
Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif, jenis penelitian adalah analisis
kebijakan (policy analysis). Lokasi
penelitian adalah Propinsi, Kabupaten/kota, sbb:
No
|
Propinsi
|
Kabupaten/Kota
|
|
1
|
NAD
|
Kota Banda Aceh
|
|
2
|
Sumatera Utara
|
Kota Medan
|
|
3
|
Sumatera Barat
|
Kota Padang
|
|
4
|
Bali
|
Kabupaten Jembrana
|
|
5
|
Jawa Timur
|
Kota Malang
|
|
6
|
Jawa Tengah
|
Kabupaten Sragen
|
|
7
|
Jawa Barat
|
Kota Bandung
|
|
8
|
Banten
|
Kabupaten Tangerang
|
|
9
|
Kalimantan Selatan
|
Kota Banjarmasin
|
|
10
|
Nusa Tenggara Barat
|
Kota Mataram
|
Kesiapan
Madrasah Dalam Pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun
Pemerintah Propinsi maupun Kabupaten/Kota telah memiliki kebijakan
terkait pendidikan berupa Peraturan Daerah (PERDA) pendidikan yang mengatur
penuntasan wajar DIKDAS 9 tahun dan rintisan Wajar 12 tahun. Sedangkan Kementerian
Agama di Tingkat Propinsi dan Kabupaten/kota secara umum belum memiliki
kebijakan Program Wajib Belajar 12 Tahun. Tidak adanya Program Wajib Belajar 12
Tahun di Kementerian Agama Tingkat Propinsi dikarenakan Kementerian Agama Pusat
belum memiliki Program Wajib Belajar 12 Tahun. Kesiapan Madrasah Aliyah dalam
aspek sarana-prasarana, pembiayaan, dan tenaga kependidikan dalam program wajar
12 tahun merupakan indikator kunci kesiapan madrasah dalam program wajar 12
tahun.
Secara umum, tingkat kesiapan madrasah dalam pemenuhan pendidik
dan tenaga kependidikan dalam kategori baik, meskipun dalam beberapa bidang
studi masih kurang. Hal ini dapat dilihat dari jumlah guru berdasarkan tingkat
pendidikan di seluruh wilayah penelitian. Dilihat dari aspek pendidik dan
tenaga kependidikan, madrasah memiliki kesiapan yang cukup baik dan telah memenuhi
standar dalam rangka penuntasan wajar 12 tahun. Indikator kesiapan pendidik dan
tenaga kependidikan tersebut antara lain terlihat dari ketersediaan guru pada
seluruh mata pelajaran; 99 % guru mengajar sesuai bidang studi (tidak mismatch);
seluruh guru berpendidikan sarjana bahkan 25 % berpendidikan S2 dan 70 % guru
berstatus sebagai PNS. Sedangkan dari sisi tenaga kependidikan, madrasah
minimal memiliki tenaga kependidikan yang menangani masalah administrasi,
keuangan, kebersihan, laboratorium, perpustakaan dan keamanan. Sedangkan data
pendidik dan tenaga kependidikan secara keseluruhan untuk Kabupaten/kota
sasaran penelitian, guru yang berpendidikan sarjana mencapai sekitar 60 %
bahkan 25 % berpendidikan S2 dan 90 % lebih memiliki kesesuaian
dalam mengajar (tidakmismatch). Pada tingkat pemenuhan standar
minimal berdasarkan Permendiknas nomor 16 tahun 2007 tentang kualifikasi
akademik dan kompetensi guru, tenaga pendidik di Madrasah Aliyah telah memenuhi
standar kualifikasi.
Sedangkan aspek sarana-prasarana mengacu pada Standar Nasional
Pendidikan (SNP) pada Permendiknas nomor 24 tahun 2007 tentang standar
sarana prasarana,dari aspek pemenuhan sarana prasarana, madrasah aliyah negeri
maupun swasta belum memiliki kesiapan dalam penuntasan wajar 12 tahun, karena
tingkat keterpenuhan sarana prasarana tersebut rata-rata baru
mencapai sekitar 60 % bagi MAN dan 40 % bagi MAS. Kondisi ini terlihat dari
keberadaan MA sasaran penelitan. Diasumsikan MA lain tidak jauh berbeda atau
bahkan mugkin dalam kondisi lebih buruk, karena MA yang menjadi sasaran
penelitian adalah MA yang paling baik di Kabupaten/kota daerah penelitian. Kondisi
ini menggambarkan bahwa madrasah belum memiliki kesiapan yang cukup,
karena untuk mendukung program wajar 12 tahun, setidaknya madrasah harus sudah
memiliki kesiapan yang maksimal dalam hal sarana prasarana baik secara kualitas
maupun kuantitas.
Tingkat kesiapan madrasah dalam pemenuhan pembiayaan menunjukkan
bahwa madrasah negeri sudah terpenuhi pembiayaannya dalam DIPA. Sedangkan
madrasah swasta sangat tergantung pada kesiapan masing-masing lembaga/yayasan.
Jika MA swasta mampu menggali sumber pendanaan alternatif, maka kesiapan MA
swasta dalam Program Wajar 12 Tahun cukup besar.
Pembiayaan merupakan aspek penting, karena tersedianya pembiayaan
yang memadai, pelaksanaan pembelajaran di madrasah dapat berjalan lancar dan
maksimal. Dilihat dari aspek pembiayaan, umumnya madrasah belum memliki
kesiapan yang matang, hal ini disebabkan karena sumber pembiayaan madrasah yang
masih sangat terbatas. Bagi madrasah negeri, disamping mengandalkan pembiayaan
dari dana BOS, juga memperoleh pembiayaan dari pemerintah melalui dana APBN.
Tetapi bagi madrasah swasta, satu-satunya sumber pembiayaan yang dapat
diandalkan saat ini hanyalah dari dana BOS dan iuran SPP siswa yang jumlahnya
tdak terlalu besar. Pemasukan dan pengeluaran belum ada keseimbangan
bahkan masih jauh dari mencukupi, sehingga dana yang ada belum mampu membiayai
semua kebutuhan yang dibutuhkan madrasah. Kegiatan yang belum dapat tercukupi
pembiayaannya secara maksimal terjadi pada semua komponen baik untuk kebutuhan
personel, operasional maupun untuk biaya investasi. Namun yang selama ini belum
terbiayai secara maksimal adalah untuk biaya peningkatan kesejahteraan
personel, pemeliharaan sarana prasarana dan biaya investasi, karena untuk
keperluan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.
Berdasarkan temuan penelitian ini madrasah belum memiliki
keseimbangan antara pendapatan dengan kebutuhan yang harus dikeluarkan.
Akibatnya banyak pos-pos kegiatan yang tidak secara maksimal dilaksanakan
karena terbentur masalah biaya yang tersedia. Persoalan lain adalah masih
jauhnya kesenjangan pendapatan antara madrasah negeri dengan swasta. Perbedaan
ini jelas akan berpengaruh terhadap capaian hasil pembelajaran. Kondisi ini
menggambarkan bahwa dilihat dari aspek pembiayaan, madrasah belum memiliki
kesiapan dalam rintisan program wajar 12 tahun.
Simpulan
1.
Penuntasan Wajar dikdas 9 tahun pada jenjang
SD/MI dan SMP/MTs di Kabupaten/Kota pada daerah sasaran penelitian telah
tuntas, kecuali sebagian kecil daerah yang APK dan APM belum memenuhi 95%
sebagai sarat rintisan program wajar 12 tahun.
2.
Kebijakan
Pemda Propinsi, Kabupaten, dan Kota sebagian besar telah mengarah pada rintisan
program wajar 12 tahun, daya dukung berupa PERDA maupun Peraturan
Bupati/Walikota telah disiapkan.
3.
Kebijakan
Kementerian Agama baik pusat, propinsi, ataupun kabupaten/kota belum menyiapkan
perangkat regulasi, baik peraturan, pedoman, dan petunjuk teknis lainnya
terkait rintisan program wajar 12 tahun di madrasah Aliyah.
4.
Dari
segi ketersediaan sarana prasarana di MAN telah memadai dan sesuai standar
nasional, sebaliknya di madrasah swasta sebagian besar belum memenuhi standar
minimum berdasarkan standar sarana prasarana, bahkan daya tampung
siswa di MAS rata-rata hanya terisi 60%.
5.
Keadaan
tenaga pendidik dan kependidikan di MA cukup baik, terutama di MAN sedangkan di
MA swasta sebagian besar juga telah memenuhi standar pendidik dan tenaga
kependidikan didasarkan pada kualifikasi dan kompetensi.
6.
Aspek
pembiayaan belum
terjadi keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran khususnya pada madrasah
swasta dalam setiap tahunnya.
Rekomendasi
Penelitian ini merekomendasikan pada
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam sbb:
1.
Kementerian
agama melalui Ditjend. Pendidikan Islam untuk segera menerbitkan pedoman
rintisan program wajib belajar 12 tahun (menengah) di madrasah.
2.
Kementerian
agama melalui direktorat Pendidikan madrasah untuk memprioritaskan bantuan
berupa sarana-prasarana, pendidikan dan pelatihan tenaga pendidik dan
kependidikan, serta bantuan operasional pendidikan untuk madrasah aliyah
swasta.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar