Wikipedia
[dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Islam_in_Denmark] menyebutkan bahwa Islam
merupakan agama penduduk minoritas terbesar di Denmark. Menurut U.S. Department
of State, hampr 3,7% penduduk Denmark adalah
Muslim. Kebanyakan penduduk Denmark menganut agama Kristen, dengan Protestan membentuk sebanyak 92% dari orang Denmark dan Gereja
Evangelical
Lutheran merupakan gereja nasional. Pada 2005, 83.5% dari penduduk
negara ini adalah anggota Folkekirken, gereja Kristen nasional befolkningstal.
PENJELAJAHAN RECITAL, INTELEKTUAL, DAN SPIRITUAL TAK BERTEPI
Rabu, 06 Juni 2012
Rabu, 30 Mei 2012
Sorogan dan Bandungan: Sistem Klasik Pendidikan di Pesantren
Oleh: Dadan Rusmana
Pada kebanyakan pesantren salafi (tradisional), metode klasik kegiatan belajar mengajarnya terdiri dari dua bentuk, yakni 1) Sorogan, dan 2) Bandungan (Sunda; di Jawa dikenal dengan istilah bandongan atau wetonan). Sistem sorogan disebut pula dengan sistem individual (individual learning). Sedangkan, sistem bandungan (bandongan atau wetonan) disebut pula dengan sistem kolektif (collectival Learning atau together learning).
Sistem Sorogan
Sistem sorogan adal sistem membaca kitab secara individul, atau seorang murid nyorog (menghadap guru sendiri-sendiri) untuk dibacakan (diajarkan) oleh gurunya beberapa bagian dari kitab yang dipelajarinya, kemudian sang murid menirukannya berulang kali. Pada prakteknya, seorang murid mendatangi guru yang akan membacakan kitab-kitab berbahasa Arab dan menerjemahkannya ke dalam bahasa ibunya (misalnya: Sunda atau Jawa). Pada gilirannya murid mengulangi dan menerjemahkannya kata demi kata (word by word) sepersis mungkin seperti apa yang diungkapkan oleh gurunya. Sistem penerjemahan dibuat sedemikian rupa agar murid mudah mengetahui baik arti maupun fungsi kata dalam suatu rangkaian kalimat Arab.
Rabu, 01 Februari 2012
Beberapa Cara Salah Mendidik Anak
Anak adalah anugerah terindah dan terbaik yang dititipkan Allah kepada para orang tua. Ia lahir dalam keadaan fitrah (suci dan potensial), sebagaimana disebutkan dalam sebuh hadits bahwa Kullu Muludin Yuladu 'ala al-fitrah (setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah). Fitrah di sini dapat dimaknai suci atau potensial. Dimaknai suci, ini berarti bahwa setiap anak lahir dalam keadaan "tidak memiliki dosa apapun atau tidak menanggung dosa siapa pun". Sedangkan jika dimaknai potensial, hal ini bermakna bahwa setiap anak memiliki potensi yang sama dengan anak lainnya untuk tumbuh, berkembang, serta mencapai prestasi setinggi-tingginya.
Dalam hal spiritual, setiap anak memiliki potensi untuk "beragama" atau "tidak beragama", percaya kepada adanya Tuhan (iman) atau menyangkalnya (kafir). Pilihan ini sangat tergantung kepada pendidikan awal [dalam rumah, terutama orang tua], lingkungan masyarakat, dan pilihannya [kelak ketika ia telah mampu memilih, atau ketika baligh]. Dalam hal intelektual, setiap anak memiliki potensi untuk cerdas atau sebaliknya (bodoh); demikian pula dalam hal etika, estetika, dan lainnya. Artinya, setiap anak mempunyai potensi positif maupun negatif [wa nafsi wa ma sawwaha; faalhamaha pujuraha wa taqwaha).
Potensi ini selanjutnya sangat bergantung pada bagaimana orang tua dan masyarakat mempengaruhi perkembangan fisik dan psikilogis anak. Karenanya, para orang tua hendaklah memelihara, menumbuhkembangkan, dan mendidik anak secara baik dan maksimal. Semaksimal mungkin pula, para orang tua harus menghindari berbagai kesalahan dalam memberikan pendidikan bagi anaknya. Tulisan di bawah ini coba dishare agar para pembaca mampu menghindari beberapa kesalahan dalam mendidikan anak.
Dalam hal spiritual, setiap anak memiliki potensi untuk "beragama" atau "tidak beragama", percaya kepada adanya Tuhan (iman) atau menyangkalnya (kafir). Pilihan ini sangat tergantung kepada pendidikan awal [dalam rumah, terutama orang tua], lingkungan masyarakat, dan pilihannya [kelak ketika ia telah mampu memilih, atau ketika baligh]. Dalam hal intelektual, setiap anak memiliki potensi untuk cerdas atau sebaliknya (bodoh); demikian pula dalam hal etika, estetika, dan lainnya. Artinya, setiap anak mempunyai potensi positif maupun negatif [wa nafsi wa ma sawwaha; faalhamaha pujuraha wa taqwaha).
Potensi ini selanjutnya sangat bergantung pada bagaimana orang tua dan masyarakat mempengaruhi perkembangan fisik dan psikilogis anak. Karenanya, para orang tua hendaklah memelihara, menumbuhkembangkan, dan mendidik anak secara baik dan maksimal. Semaksimal mungkin pula, para orang tua harus menghindari berbagai kesalahan dalam memberikan pendidikan bagi anaknya. Tulisan di bawah ini coba dishare agar para pembaca mampu menghindari beberapa kesalahan dalam mendidikan anak.
Minggu, 22 Januari 2012
PENGEMBANGAN RAUDHAT AL-ATHFAL (RA/BA)
Pendahuluan
Sebagian besar orang tua atau guru menganggap kualitas anak didik
berhubungan langsung dengan proses dan hasil belajar formal di kelas. Oleh karena itu, banyak orang tua yang kemudian menumpukan "tanggung jawab" pendidikannya kepada lembaga-lembaga pendidikan formal, seperti pesantren, madrasah, majelis ta'lim, sekolah, maupun Taman Kanak-Kanak (Raudhat al-Athfal). padahal pendidikan anak yang pertama dan utama justeru berada di lingkungan keluarga, yakni sejak di dalam kandungan hingga remajanya. Waktu kebersamaan antara anak bersama keluarga (dan masyarakat) justeru lebih banyak dibandingkan dengan waktu yang dihabiskan untuk pendidikan formalnya. Oleh karena itu, kualitas anak tidak hanya menjadi tanggung jawab lembaga pendidikan formal, tetapi lebih banyak berada pada pundak orang tua.
Pandangan bahwa pendidikan formal bertanggung jawab langsung pada pembentukan kualitas anak adalah real dan terjadi di masyarakat. Pandangan serupa pula muncul di kalangan para pendidik. Kalangan ini, misalnya, bahwa kualitas siswa ditafsirkan agar anak-anak yang masuk sekolah dasar harus mempunyai kemampuan yang memadai. Penafsiran itu menyebabkan beberapa Sekolah Dasar menetapkan syarat bagi calon siswa kelas satu, yaitu harus menguasai baca, tulis dan hitung. Tuntutan persyaratan ini menciptakan pola pembelajaran di bawahnya. Misalnya banyak TK yang menekankan program belajarnya pada berkemampuan membaca, menulis dan berhitung sekolah dasar, dengan mengabaikan prinsip-prinsip pembelajaran di TK. Bahkan banyak TK yang melaksanakan les baca, tulis dan hitung untuk mempersiapkan anak masuk sekolah dasar karena tuntutan tersebut, selain karena tuntutan orangtua yang ingin agar anaknya cepat pintar.
Pandangan bahwa pendidikan formal bertanggung jawab langsung pada pembentukan kualitas anak adalah real dan terjadi di masyarakat. Pandangan serupa pula muncul di kalangan para pendidik. Kalangan ini, misalnya, bahwa kualitas siswa ditafsirkan agar anak-anak yang masuk sekolah dasar harus mempunyai kemampuan yang memadai. Penafsiran itu menyebabkan beberapa Sekolah Dasar menetapkan syarat bagi calon siswa kelas satu, yaitu harus menguasai baca, tulis dan hitung. Tuntutan persyaratan ini menciptakan pola pembelajaran di bawahnya. Misalnya banyak TK yang menekankan program belajarnya pada berkemampuan membaca, menulis dan berhitung sekolah dasar, dengan mengabaikan prinsip-prinsip pembelajaran di TK. Bahkan banyak TK yang melaksanakan les baca, tulis dan hitung untuk mempersiapkan anak masuk sekolah dasar karena tuntutan tersebut, selain karena tuntutan orangtua yang ingin agar anaknya cepat pintar.
EVALUASI PROGRAM MTS SATU ATAP
Pendahuluan
Pendidikan merupakan kebutuhan setiap warga negara sebagai bekal untuk peningkatan taraf hidup manusia dan peningkatan daya bangsa. Untuk menjalani kehidupan, setiap manusia, haruslah memiliki pengetahuan, pemahaman, dan nilai-nilai kebaikan yang dianut agar ia menjadi diri sendiri baik sebagai individu, anggota masyarakat, maupun sebagai warga negara, yang jujur, cerdas, kreatif, ta'at, dan bertanggung jawab. Pendidikanutama dan pertama berasal dari keluarga dan masyarakat. Hal ini karena pendidikan bukan hanya lah dimaknai sebagai "sekolah" (formal saja) tetapi adalah upaya mendidikkan (penanaman) dan pengalaman nilai atau dalam upaya "memanusiakan manusia".
Dalam konteks berbangsa dan bernegara, pendidikan, terutama pendidikan formal, merupakan tanggungjawab pemerintah (Negara) terhadap setiap warga negara. Hal ini sebagaimana termaktub dalam konstitusi (UUD 1945 beserta peraturan derivatifnya) bahwa negara memiliki tanggung jawab yang besar dalam upaya pencerdasan kehidupan bangsa bagi warga negaranya. Semua warga negara berhak terhadap mendapatkan akses pendidikan di manapun dan dalam komunitas apapun tanpa adanya diskriminasi. Selebihnya, Negara harus mampu mendorong, mengawasi, dan membuat sistem agar setiap warga negara dapat mengenyam pendidikan, misalnya pendidikan dasar sembilan tahun, sesuai dengan ketetapan Pemerintah. Intinya, Negara harus dapat memastikan bahwa "Setiap warga negara telah mendapatkan pendidikan tidak ada satu warga negara pun yang terabaikan".
Dalam konteks berbangsa dan bernegara, pendidikan, terutama pendidikan formal, merupakan tanggungjawab pemerintah (Negara) terhadap setiap warga negara. Hal ini sebagaimana termaktub dalam konstitusi (UUD 1945 beserta peraturan derivatifnya) bahwa negara memiliki tanggung jawab yang besar dalam upaya pencerdasan kehidupan bangsa bagi warga negaranya. Semua warga negara berhak terhadap mendapatkan akses pendidikan di manapun dan dalam komunitas apapun tanpa adanya diskriminasi. Selebihnya, Negara harus mampu mendorong, mengawasi, dan membuat sistem agar setiap warga negara dapat mengenyam pendidikan, misalnya pendidikan dasar sembilan tahun, sesuai dengan ketetapan Pemerintah. Intinya, Negara harus dapat memastikan bahwa "Setiap warga negara telah mendapatkan pendidikan tidak ada satu warga negara pun yang terabaikan".
KESIAPAN MADRASAH DALAM PELAKSANAAN WAJIB BELAJAR 12 TAHUN
Pendahuluan
Peningkatan kualitas pendidikan adalah kebutuhan dan tanggung jawab bersama antara masyarakat dan Pemerintah Indonesia. Namun, dalam konteks berbangsa dan bernegara, menciptakan sistem pendidikan berkualitas baik adalah tanggung jawab Pemerintah. Bagaimana pun, Pemerintahan yang baik (good governance) adalah pemerintah yang mampu mengantarkan warga negaranya meraih kualitas hidup yang baik, sejahtera, bertanggung jawab, dan berkeadilan. Dengan demikian, jika kondisi masyarakat ternyata mendapatkan yang sebaliknya, maka itu dapat menjadi ciri dari pemerintah yang buruk atau tidak sukses.
Salah satu indikator dari pemerintah, dan masyarakat, yang sukses adalah kualitas pendidikan. Semakin banyaknya masyarakat yang mengenyam pendidikan dan mendapatkan kepuasan layanan pendidikan, maka semakin sukseslah kebijakan pemerintah dalam sektor pendidikan. UNESCO sebagai badan dunia dalam bidang pendidikan telah menetapkan bahwa pendidikan dasar (bagi 5/6 tahun hingga usia 17 tahun) merupakan hak dasar bagi setiap warga negara manapun, termasuk warga negara Indonesia. Negara yang memiliki SDM dengan pendidikan minimal SMU (17/18 tahun) dapat dikategorikan sebagai negara yang berkualitas baik dalam kategori pendidikan.
Salah satu indikator dari pemerintah, dan masyarakat, yang sukses adalah kualitas pendidikan. Semakin banyaknya masyarakat yang mengenyam pendidikan dan mendapatkan kepuasan layanan pendidikan, maka semakin sukseslah kebijakan pemerintah dalam sektor pendidikan. UNESCO sebagai badan dunia dalam bidang pendidikan telah menetapkan bahwa pendidikan dasar (bagi 5/6 tahun hingga usia 17 tahun) merupakan hak dasar bagi setiap warga negara manapun, termasuk warga negara Indonesia. Negara yang memiliki SDM dengan pendidikan minimal SMU (17/18 tahun) dapat dikategorikan sebagai negara yang berkualitas baik dalam kategori pendidikan.
PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DI PONDOK PESANTREN
Diakui bahwa pondok pesantren baik secara kelembagaan dan
substansi pendidikannya telah banyak mengalami perubahan. Perubahan tersebut menyangkut beberapa hal, yakni perubahan kurikulum, perubahan kelembagaan, dan perubahan fungsi bagi kalangan internal dan ekstenal (umat dan pemerintah). Pada aspek kurikulum, perubahan pada sistem kurikulum pesantren sangatlah nampak; kini kurikulum pesantren tidak hanya berkutat pada ilmu keislaman atau berkutat pada kajian kitab kuning atau kitab-kitab klasik (turats), tetapi telah memasukkan ilmu, pengetahuan, teknologi, dan seni (Ipteks) modern (atau kontemporer). Pada aspek kelembagaan, pesantren pun telah mengalami banyak perkembangan, yakni dari kyai sentris mengarah pada kolektivitas (atau banyak yang berubah menjadi Yayasan). Sedangkan pada aspek fungsi, pesantren tidak hanya menjadi tempat pendidikan keislaman, tetapi juga berfungsi yang lebih luas, yakni sebagai pusat ekonomi dan industri (misal ponpes berbasis agrobisnis atau agroekonomi atau mengelola kopontren), pusat kesehatan masyarakat, serta partner pemerintah untuk (sosialisasi) pembangunan masyarakat, terutama masyarakat pedesaan.
Langganan:
Postingan (Atom)